Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Statistika Institut Pertanian Bogor Asep Saifuddin menegaskan tidak mungkin ada perbedaan hasil hitung cepat jika metodologi yang digunakan sama. Itu bisa terjadi jika tak gunakan statistik.
Menurut Asep, perbedaan hasil hitung cepat 12 lembaga survei dalam hitung cepat pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 kemungkinan ada yang tak gunakan prinsip-prinsip statisika.
Asep mengaku tidak mengetahui apa yang membuat hasil hitung cepat lembaga survei terbelah. Ia memastikan untuk tahu itu perlu analisa metodologi yang digunakan lembaga survei.
"Metodologi yang digunakan bisa saja tak mencerminkan prinsip-prinsip statistika," ujar Asep dalam diskusi 'Bagaimana Memaknai Hasil Quick Count Pilpres 2014 Yang Berbeda' di Jakarta, Senin (14/7/2014).
Ia menjelaskan, prinsip yang dimaksud adalah keterwakilan dan keacakan atau randomness. Pengambilan sampel TPS tanpa random atau acak sangat berbahaya. Apalagi tidak ada konsep keterwakilan di provinsi.
Sejatinya, metodologi yang digunakan lembaga survei dalam hitung cepat bisa dilacak dari kredibilitas dan kompetensinya selama ini merilis hasil survei dan hitung cepat.
Dalam Pilpres 9 Juli 2014, sekitar tujuh lembaga survei menempatkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang berdasar hasil hitung cepat. Dan empat lembaga survei memenangkan Prabowo-Hatta.