TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Gadjah mada (UGM) Ari Dwipayana menilai deklarasi koalisi permanen di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin (14/7/2014) kemarin, secara tak langsung adalah pengakuan dari kubu Prabowo-Hatta bahwa pemenang Pilpres 2014 adalah pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Deklarasi itu terkesan sebagai sebuah ancang-ancang untuk membangun kelompok yang nantinya melakukan blok perlawanan di parlemen nanti.
Maka tak heran, koalisi permanen oleh parpol pendukung Prabowo-Hatta itu terkesan dipaksakan untuk mengejar tujuan politik jangka pendek.
“Dengan basis tujuan jangka pendek seperti itu, maka kepermanenan dari koalisi itu diragukan. Walaupun ada upaya untuk mencari-cari plaform yang sama pada Pancasila, namun basis kesamaan platform ideologi dan kebijakan mereka sebenarnya belum jelas," kata Ari Dwipayana, Selasa (15/7/2014).
"Akhirnya koalisi ini hanya sebagai upaya memberi rasa aman dan nyaman bagi elite setelah tanggal 22 Juli, jika yang menang adalah Jokowi-JK,” tambahnya.
Kesan itu menurut Ari begitu tampak mengingat sebelum pemungutan suara Pilpres digelar. Manuver koalisi permanen dilakukan untuk memperoleh insentif elektoral. Sementara pasca pilpres, imbuhnya, koalisi permanen itu adalah sebagai respon dinamika internal di Golkar.
Di internal Golkar sudah ada wacana belok arah koalisi seiring peluang kemenangan Jokowi-JK yang memang lebih besar sebagaimana hasil quick count lembaga-lembaga kredibel.
Dengan dinamika itu, Ari menambahkan, kepermanenan akan diuji oleh perubahan konfigurasi internal masing masing partai pasca tanggal 22 Juli.
“Hasil Pilpres akan berimplikasi pada menguatnya polarisasi internal yang sempat tertahan menjelang Pilpres, terutama di tubuh PPP dan Golkar. Dengan polarisasi yang semakin menguat akan jadi titik kritis pada elite pengendali partai yang saat ini mengikatkan diri pada Koalisi Merah Putih,” ujarnya.
Keraguan pada masa depan Koalisi Merah Putih, sambung Ari lagi, semakin kuat saat Partai Demokrat sama sekali tidak mengirim ketua umum dan sekjen seperti halnya partai lain.
“Ini menunjukkan Partai Demokrat tidak mau terlibat dalam manuver jangka pendek Partai Gerindra maupun Golkar. Sampai di sini Partai Demokrat mengirimkan sinyal yang berbeda dengan arus besar enam partai lain dalam Koalisi Merah Putih,” jelasnya.
Koalisi Merah Putih kemarin, dihadiri oleh para partai politik pendukung Prabowo -Hatta. Antara lain, Partai Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP, dan PBB di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (14/7). Mereka mendeklarasikan koalisi permanen dari partai-partai yang mengusung pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
Dalam acara itu, juga dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman sebagai bukti kekompakkan Koalisi Merah Putih.