TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya lembaga survei yang melakukan hasil hitung cepat dalam Pemilihan Presiden tahun ini menemukan hasil yang berbeda- beda. Untuk itu, masih diperlukan lembaga pemantau khusus pemilu.
"Ini merupakan sebuah kemunduran pengawalan suara karena untuk kali pertama lembaga survei terpecah," ujar Muhammad Qodari selaku Direktur Eksekutif Indo Barometer di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2014) sore.
Ia mengaku, sebelumnya lembaga survei tidak pernah menghasilkan hasil berbeda. Pada pesta demokrasi, seharusnya lembaga survei menjadi pereda ketegangan politik, namun kini malah menjadi sumber ketegangan.
Di dua pemilihan presiden sebelumnya, quick count dipakai untuk mengontrol Komisi Pemilihan Umum dan mengawal penghitungan suara.
"Kalau quick count hanya menghitung suara di Tempat Pemungutan Suara dan dilaksanakan dengan metodologi yang benar tidak mungkin hasinya berbeda," ucapnya.
Selanjutnya kemunduran pengawalan suara pemilihan presiden tahun 2014 juga disebabkan kurangnya lembaga pemantau khusus. Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Perludem jumlahnya kalah jauh ketimbang lembaga survei.
"Pengalaman 2014 ini menunjukkan eksistensi lembaga pemantau tetap diperlukan," ujar Qodari.