News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Calon Presiden 2014

Pengamat: Rekonsiliasi Nasional Diharapkan Bukan Bagi-bagi Kursi

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Debat pamungkas capres dan cawapres antara Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (kiri) dan Joko Widodo-Jusuf Kalla (kanan) yang di pandu moderator Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Sudharto P Hadi (tengah) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (5/7). Debat kali ini akan mengangkat tema Pangan, Energi, dan Lingkungan sebagai debat pemungkas. (Warta Kota/Henry Lopulalan)

Laporan Wartawan Warta Kota, Budi Malau

TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Rencana rekonsiliasi nasional yang ditawarkan Jokowi-JK kelak memenangkan Pilpres 2014 sesuai hasil resmi KPU 22 Juli, merupakan langkah baik dalam meredam keterbelahan sikap dan dukungan politik di masyarakat.

Namun kata Leo hendaknya rekonsiliasi tersebut tidak dijadikan sebagai ajang untuk membagi-bagi kekuasaan. Jika itu terjadi, masyarakat akan kecewa dan merasa selama ini telah dikelabui.

"Masyarakat tidak ingin jika rekonsiliasi dilakukan ternyata untuk bagi-bagi kursi seperti kursi menteri, BUMN, duta besar, atau lainnya kepada lawan politik mereka," kata Leo, yang juga seorang Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten ini, Jumat (18/7/2014).

Dikatakan Leo, rekonsiliasi nasional yang direncanakan Jokowi-JK merupakan keputusan positif untuk mengantisipasi keterbelahan masyarakat. Bahkan, rekonsiliasi menjadi hal penting dalam dunia politik di Indonesia ke depannnya.

"Inisiatif rekonsiliasi nasional yang digagas oleh Jokowi ini, jika terjadi akan menjadi hal penting bagi lanskap politik Indonesia pascakeputusan KPU 22 Juli," ujar dosen Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Banten ini.

Dengan begitu, tak ada lagi ruang bagi perbedaan yang destruktif. Hal ini adalah yang sejati dalam dunia politik. Maka yang diperlukan sekarang adalah menggeser cara berpikir saling menjatuhkan menjadi cara berpikir yang saling bahu membahu.

Menurutnya energi politik yang ada di tengah-tengah masyarakat harus menjadi energi yang positif dan bukan negatif. Sebab, kata dia, masih banyak hal yang harus dilakukan, terutama untuk menghadapi tatanan zaman ke depan.

Ketika ketegangan di level elite terselesaikan, maka ketegangan di akar rumput otomatis padam. Dalam arti kata lain, kelapangan hati para elite nasional untuk menerima kekalahan dari kandidat lain merupakan solusi ketegangan selama ini.

"Oleh sebab itu, keberanian berkompetisi dalam Pilpres harus juga diimbangi dengan keberanian untuk menerima kekalahan. Dengan cara inilah ketegangan di tingkat grass root bisa disudahi," kata Leo.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini