TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Ari Dwipayana mengapresiasi terobosan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan mengunggah hasil scan form C1, DA1 dan DB1 Pemilihan Presiden 2014, ke website resmi KPU sebagai bentuk transparansi agar bisa diketahui publik.
Namun kata Ari, hal itu ternyata tidak cukup, karena pihaknya melihat ada sejumlah kejanggalan yakni tidak sinkronnya hasil rekap suara di C1, DA1 dan DB1 di sejumlah wilayah.
Sehingga Ari mengaku mengkhawatirkan adanya data itu, yang bisa memicu konflk dan hal lainnya.
"Ada selisih suara antara form C1, DA1 dan DB1 sehingga kejanggalan terlihat jelas. Hasil rekap C1 dari TPS, tidak sama setelah dihitung berjenjang di Kecamatan dalam form DA1 dan di Kota atau Kabupaten dalam form DB1," ujar Ari.
Ia menduga ada sejumlah from C1 bermasalah yang diunggah ke dalam website resmi KPU, padahal di tingkat selanjutnya yakni Kecamatan atau Kota, hasil form itu sudah berbeda.
"C1 yang bermasalah ini, bisa disengaja maupun tidak sengaja karena salah input," katanya.
Menurut Ari hal ini menuntut masyarakat luas untuk mewaspadai dan mengawal rekap suara baik melalui situs KPU dan hal lainnya.
Ari mengingatkan data form yang berbeda itu mengindikasi ada peluang untuk mark up suara yang bisa dilakukan oleh siapapun yang memiliki akses ke sana.
"Namun dengan transparansi data dari KPU dengan mengunggah form A1, DA1 dan DB1, maka indikasi mark-up suara nantinya bisa terlihat jelas dan dibuktikan," katanya.
Karenanya, sekali lagi Ari menegaskan bahwa terrobosan dari KPU dalam tranparansi data ini, merupakan langkah maju.
Ia berharap langkah transparansi itu diikuti juga oleh langkah KPU berikutnya yakni bersama Bawaslu agar intens melakukan monitoring dan supervisi atas hasil rekap suara.
"Supaya dapat melakukan koreksi secara cepat jika ada kesalahan dan penyimpangan atau bahkan kecurangan. Selain itu, masyarakat luas juga bisa berpartisipasi dengan melaporkannya, ketika kejanggalan itu terjadi," katanya.(bum)