TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU), melalui komisionernya Sigit Pamungkas menyangkal adanya peretas atau hacker yang berhasil mengubah hasil suara Pilpres dengan masuk ke dalam IT KPU, anggota Komisi II DPR, Yandri Suanto, meminta KPU segera membenahi IT nya dengan serius, serta secara terbuka memastikan benar tidaknya ada peretas atau hacker yang sudah berhasil mengubah hasil suara Pilpres, dengan menunjukkan sejumlah bukti.
"Sebab sudah lama IT KPU menjadi sorotan kami karena rawan diretas. Anehnya, tidak ada pembenahan serius, sampai sekarang," katanya saat dihubungi wartawan, Kamis (24/7/2014).
Yandri menuturkan, sejak jauh-jauh hari, pihaknya selalu mengimbau KPU untuk segera membenahi infrastruktur IT mereka yang diketahui masih dianggap sangat rawan untuk diretas atau disusupi hacker.
"Tujuan kami agar penyelenggaraan pemilu benar-benar menjadi bukti demokrasi yang baik," katanya.
Namun kata Yandri, kenyataannya, sampai kini IT KPU masih saja rawan diretas. Karenanya, menurut Yandri, bukan tidak mungkin hacker atau peretas berhasil masuk kle dalam IT KPU itu dan benar-benar mengubah hasil Pilpres. "Ini benar-benar memprihatinkan," kata Yandri.
Menurut Yandri, adanya kabar IT KPU telah diretas dan pelakunya sudah membeberkannya secara detail, menjadi pertanda awal bahwa KPU telah mengabaikan sistem yang dibangunnya sendiri.
"Kondisi IT KPU ini, sangat berdampak kepada kualitas demokrasi di Indonesia," ujar dia.
Seperti diketahui, sebelumnya beredar pengakuan seorang yang mengaku hacker dan berhasil membobol IT KPU. Pengakuan itu tertuang dalam situs dan link di http://www.suaranews.com/2014/07/kesaksian-hacker-mengenai-bobroknya.html?m=1
Dalam tulisannya, sang hacker memaparkan aksinya meretas jaringan IT KPU secara rinci. Secara garis besar, kata sang penulis, aksi meretas IT KPU bermula dengan mendapatkan alamat email anggota KPU. Lalu ia meretas email anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Alasannya karena Feryy adalah komisioner KPU termuda dan bertanggungjawab soal IT.
Si peretas mengaku heran, bagaimana bisa seorang komisioner KPU menggunakan email gratisan yang mudah diretas. Seharusnya, kata sang hacker, komisioner KPU menggunakan email berbayar dengan perangkat pengamanan lebih baik. Dari meretas email itu kemudian bocorlah data DPT kepadanya.
Ia lalu meretas email seseorang yakni A yang bekerja sebagai konsultan IT KPU. Dari sana ia mencari password dan ditemukanlah sandi untuk masuk kedalam sistem logistik pemilu (Silog).
Setelah itu, katanya, aksi meretas berkembang dalam pencarian lebih luas hingga pengubahan hasil Pilpres.(bum)