Tribunnews.com, Jakarta -- Gerakan Muda (Gema) Hanura, organisasi otonom di bawah Partai Hanura mendukung sepenuhnya pemberhentian/pemecatan Elza Syarief dari kepengurusan dan keanggotaan Partai Hanura. Minggu (27/7/2014) Ketua Umum Gema Hanura Erik Satrya Wardhana, menegaskan ada tiga pertimbangan prinsipiil sehingga langkah partai memecat Elza Syarif itu dapat dibenarkan, yaitu pertimbangan politis, organisasional serta menjaga wibawa partai.
Secara politis, kebijakan partai mendukung pasangan Capres/Cawapres didasari atas pertimbangan programatik dan aspek-aspek lain melalui proses panjang dan matang, sehingga keputusannya harus diperjuangkan oleh seluruh kader dengan daya upaya agar dapat menang.
“Yang bersangkutan justru bermanuver dengan melakukan tindakan melawan kebijakan partai secara terbuka, dengan mendukung Capres/Cawapres yang tidak didukung Partai Hanura. Jangankan sebuah partai politik, paguyuban atau organisasi perkumpulan pun kalau ada anggota yang bersikap tidak sejalan dengan garis kolektif, sudah pasti masuk dalam kategori menyimpang. Dalam konteks ini, Elza Syarief kami anggap telah menyimpang secara politis," kata Erik yang merupakan Ketua Fraksi Partai Hanura MPR RI.
Pertimbangan organisasionalnya, sebagai organisasi yang memperjuangkan cita-cita melalui jalan politik, Partai Hanura berusaha menghimpun dan menyerap berbagai kontribusi khususnya gagasan dan perspektif dari seluruh kader. Dengan demikian, mekanisme demokratis dalam internal organisasi diterapkan untuk mengatur agar gagasan-gagasan dari kader yang merupakan aset penting itu, dapat menjadi satuan gerak dalam tindakan bersama.
“Langkah Elza Syarif yang menyimpang secara politis dengan mendukung Capres/Cawapres yang tidak didukung oleh partai itu, telah direspon secara organisasional oleh partai dengan memfasilitasi sebuah forum melalui Badan Kehormatan. Namun melaui forum terhormat itu, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan. Tindakan itu, dalam tradisi demokratis yang berlaku di internal Partai Hanura, berarti sebuah pengangkangan organisasi, sehingga menurut mekanisme yang berlaku satu-satunya pilihan yang tersedia bagi partai adalah dengan mencabut keanggotaan atau pemecatan,” jelas Erik.
Pertimbangan yang lebih serius lagi adalah dalam rangka menjaga wibawa partai. Ditengah polemik mengenai peristiwa penculikan aktivis pro-demokrasi 1998 dan membutuhkan pelurusan dari pelaku sejarah oleh Bapak Wiranto, Elza Syarief justru mengeluarkan pernyataan di muka umum yang bertolak belakang dengan mendiskreditkan Partai Hanura dan figur Ketua Umum. “Pernyataannya dipersiapkan secara terencana, dengan tujuan me-counter pernyataan Pak Wiranto dan disiarkan oleh banyak media, bahkan disampaikannya di kubu ‘lawan’. Apabila pemandangan seperti itu dibiarkan, akan jadi preseden buruk bagi pendidikan politik kader. Kejadian itu bisa diangap sebagai bentuk patologi politis, dimana pernyataan ketua umum partai disanggah oleh kadernya sendiri yang terkesan membawa titipan dendam dan menghambat upaya pengungkapan kebenaran” papar Erik yang saat ini ditugaskan oleh Fraksi Partai Hanura sebagai Wakil Ketua Komisi VI DPR RI.
Sebagaimana diketahui, Elza Syarief dalam penegasannya mendukung Pasangan Prabowo-Hatta dan menjadi bagian dari Tim Advokasi Merah Putih, menyatakan bahwa dirinya bukan lagi kader Hanura karena Ketua Umum telah melayangkan surat pemecatan terhadap dirinya, Jumat (25/7). “Gema Hanura menghargai kebebasan dan perbedaan dalam berpendapat, namun jika menyangkut kebijakan organisasi dan politik partai, maka kebebasan dan perbedaan itu harus tunduk pada mekanisme dan aturan partai. Bagi kami lebih baik kehilangan seorang Elza Syarief, dari pada harus mempertaruhkan konsolidasi dan marwah partai. Patah tumbuh hilang berganti, hilang satu muncul seribu,” tutup Erik(***)