Laporan Wartawan Tribunnews.com, Achmad Rafiq
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Aliansi Advokat Merah Putih (AAMP) Suhardi Somomoeljono menilai pencapresan Jokowi tidak memenuhi persyaratan yang ada, dan telah melanggar undang-undang.
Pencapresan Jokowi nyatanya telah menabrak pasal 7 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Dalam undang-undang tersebut jelas tertulis, gubernur atau kepala daerah lainnya yang akan dicalon menjadi presiden atau calon wakil presiden, harus meminta izin kepada presiden secara resmi dan tertulis," jelas Suhardi di Jakarta, Rabu (20/8/2014) siang.
Jokowi juga dinilai telah melanggar PP no 14 tahun 2009 pasal 19 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan calon presiden atau calon wakil presiden harus menyampaikan surat permohonan izin kepada presiden minimal tujuh hari sebelum didaftarkan partai politik atau gabungan partai politik ke Komisi Pemilihan Umum.
"Faktanya Jokowi mendaftarkan diri sebagai capres pada 19 Mei 2014. Sedangkan dia ketemu presiden 13 mei dan itu pun tidak membawa surat rekomendasi dari partai pengusung. Jadi itu tidak sah bila merujuk pada Peraturan pemerintah tersebut," ujar Sihardi.
AAMP telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pencapresan Jokowi yang cacat hukum dengan Nomor Perkara 116/PLW/2014/PTUN-JKT pada 6 juni 2014 lalu. Persidangan sudah berlangsung sejak 13 Agustus 2014.
Jika PTUN menerima gugatan itu, penetapan pasangan Jokowi-JK sebagai presiden dan wapres terpilih oleh KPU, terbukti cacat hukum dan terjadi delegitimasi hasil Pilpres 2014. Sehingga hal tersebut berdampak pada goyahnya sistem pemerintahan Indonesia.