Jokowi-JK Ditantang Pangkas Jumlah Politisi Jadi Menteri
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Jokowi-JK masih merumuskan nama-nama dalam kabinetnya mendatang. Keduanya ditantang memangkas jumlah politisi yang menjadi menteri. Apalagi Jokowi pernah meminta kader partai harus lepas jabatan jika jadi menteri.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengakui, pengalaman pembagian kursi menteri tak lepas dari pertimbangan partai pendukung pasangan capres dan cawapres pemenang. Sehingga pada akhirnya yang ditunjuk kurang efektif.
Pertimbangan ini pada akhirnya membuat negara tidak utuh lagi. Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah pun tidak lagi prorakyat. "Akhirnya terjadi penggunaan negara untuk partai, bukan penggunaan partai untuk negara," ujar KH Hasyim di Depok, Minggu (31/8/2014).
Persoalan klise seperti ini, menurut Hasyim, menjadi tantangan Jokowi-JK sebelum memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Idealnya partai politik hadir sebagai pengontrol di parlemen, sementara kalangan profesional dan visioner duduk sebagai menteri.
Hasyim mengakui hal tersebut tidak mudah dilakukan, dengan menempatkan menteri yang sama sekali tidak berafiliasi dengan partai politik. Setidaknya, Jokowi-JK bisa mengurangi sedikit demi sedikit jatah kader partai sebagai menteri, dengan tetap mempertimbangkan reaksi parlemen terhadap pemerintah.
Setidaknya, siapa pun nanti yang menjadi menteri apakah profesional atau kader partai tetap didasari pada kompetensinya. Ia mengakui pertimbangan politik sulit diacuhkan, karena bisa membantu meluluskan program-program Jokowi-JK saat dipaparkan di parlemen.