TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perbedaan pendapat antara Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono tentang siapa yang akan bertanggung jawab menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) demi mengurangi subsidi dan memperkecil defisit anggaran seharusnya tidak perlu terjadi.
Jika seharusnya pemerintahan baru Jokowi-JK yang menaikkan harga BBM, haruslah disikapi bijak sebagai lompatan besar pemerintahan Jokowi-JK untuk memindahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Yang selama ini selalu diarahkan untuk memuaskan kantong mafia minyak dan birokrat korup ke "kantong program percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat".
Logika yang harus dibangun bukan menaikan harga BBM tapi mengurangi impor BBM yang dinikmati oleh mafia mintak dan birokrat korup era SBY dengan bungkus pencitraan subsidi energi.
"Pemerintahan Jokowi-Kalla tidak perlu ragu membatasi impor BBM dengan jalan menaikkan harga BBM. Jalan keraguan dan pencitraan yang diambil SBY tidak pantas ditiru oleh pemerintahan Jokowi-JK," ujar Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi kepada Tribunnews Minggu (31/8/2014).
"Kita tidak perlu menengok kebelakang dengan menyalahkan kebijakan keliru pemerintahan SBY selama ini yang membiarkan pemerintahannya untuk terus mengimpor BBM dengan alasan klasik demi subsidi rakyat tapi dengan skema menggunakan "tangan" pihak ketiga tanpa membiarkan Pertamina langsung impor sendiri, " tambahnya.
Fahmi menegaskan, langkah revolusi mental yang terpenting, haruslah dilakukan bersamaan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Setelah menaikan harga BBM, imbuhnya, adalah segera mendesak dan memberikan dukungan politik,moril, dan materil kepada KPK dan aparat penegak hukum.
Untuk melakukan investigasi cepat dan kajian mendalam siapa yang bertanggung jawab dan ikut menikmati "pesta pora" atas tata niaga BBM selama era ini.
Alhasil publik dan rakyat, lanjutnya lagi, bisa memahami kebijakan menaikan harga BBM juga diikuti dengan upaya membersihkan dan menyita untuk negara hasil-hasil kejahatan tata niaga BBM yang dinikmati birokrat korup era SBY.
"Mas Jokowi dan Daeng Ucu dipilih publik karena ada keyakinan bahwa Anda berdua punya integritas dan niat baik juga antitesis kepemimpinan SBY,sehingga menaikan harga BBM diyakini publik bukan 'vested interest' tapi karena Jokowi-JK harus mewujudkan program ditengah keterbatasan fiskal," Fahmi menegaskan.
"Sekaligus, menghentikan mafia minyak yang menikmati impor BBM selama ini dan mengalihkan anggaran untuk mewujudkan visi-misi Trisakti yang dijanjikan. Ini saat tepat menggunakan ATM politik JOKKA (Jokowi-Kalla) karena disinilah tantangan dan seni kepemimpinan Anda berdua ditampilkan,"tandasnya
Fahmi mengingatkan PDIP dan Jokowi-JK tidak perlu mengemis pemerintahan SBY untuk menaikan harga BBM. Menurutnya, kondisi mendesak ini imbas dari sikap keraguan sekaligus ketidakbecusan pemerintahan SBY mengelola sektor energi dan anggaran negara selama 10 tahun terakhir.
"You have to take your own risk. Waktu dan sejarah akan membuktikan "jebakan batman" siapa yang kena. Yang menaikan BBM saat ini atau yang membiarkan carut marutnya tata niaga BBM selama ini. Kejahatan terorganisir hanya bisa dilawan dengan kebaikan yang terorganisir pula. Jokowi-JK harus mampu mengorganisir kebaikan itu," pungkas salah satu inisiator PDIP Projo ini.