TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) masih menjadi polemik.
Ada yang menginginkan Pilkada dilakukan pemilihan oleh DPRD untuk menghemat biaya dan ada pula yang mempertahankan keinginan Pilkada digelar secara langsung.
Mantan Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otda 2009-2013, Luthfi Andi Mutty mengatakan, memang diakui kelemahan sistem demokrasi adalah biayanya yang besar.
Menurutnya, biaya besar itu dapat dihemat dengan memotong mata rantai penyelenggara.
"Caranya dengan terapkan e-voting berbasis e-KTP secara bertahap. Artinya, untuk daerah-daerah yang sudah memungkinkan untuk e-voting gunakan sistem ini," kata Luthfi di gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (5/9/2014).
Luthfi menuturkan, dengan e-voting maka PPS dan PPK, begitu juga dengan pendaftaran pemilih, pencetakan surat suara, tinta, tidak diperlukan lagi.
Menurutnya, keuntungan lain adalah potensi menipulasi suara dapat ditekan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat.
"Sehingga konflik dapat diminimalisir yang berdampak pada penghematan biayaa pengamanan," tuturnya.
Masih kata Luthfi, untuk mengontrol biaya para kndidat, maka aturan mainnya perlu jelas dan dilaksanakan dengan tegas.
Ia mencontohkan misalnya membatasi berapa banyak balijo dan alat peraga lain yang boleh dipasang.
"Batasi penayangan iklan di TV dan media cetak. Kampanye hanya dalam bentuk dialogis dengan jumlah massa yang terbatas," tandasnya.