News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Pilkada

Potong Mata Rantai Penyelenggara, Hemat Biaya Pilkada

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kiri) dan Ahmad Fadlil Sumadi melakukan sidang pengujian UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 56 ayat (1)], dan Pengujian UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum [Pasal 1 angka 4] di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2014). Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR tersebut ditunda hingga 25 September 2014 karena belum siapnya pemerintah dan tidak hadirnya perwakilan DPR. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) masih menjadi polemik.

Ada yang menginginkan Pilkada dilakukan pemilihan oleh DPRD untuk menghemat biaya dan ada pula yang mempertahankan keinginan Pilkada digelar secara langsung.

Mantan Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otda 2009-2013, Luthfi Andi Mutty mengatakan, memang diakui kelemahan sistem demokrasi adalah biayanya yang besar.

Menurutnya, biaya besar itu dapat dihemat dengan memotong mata rantai penyelenggara.

"Caranya dengan terapkan e-voting berbasis e-KTP secara bertahap. Artinya, untuk daerah-daerah yang sudah memungkinkan untuk e-voting gunakan sistem ini," kata Luthfi di gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (5/9/2014).

Luthfi menuturkan, dengan e-voting maka PPS dan PPK, begitu juga dengan pendaftaran pemilih, pencetakan surat suara, tinta, tidak diperlukan lagi.

Menurutnya, keuntungan lain adalah potensi menipulasi suara dapat ditekan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat.

"Sehingga konflik dapat diminimalisir yang berdampak pada penghematan biayaa pengamanan," tuturnya.

Masih kata Luthfi, untuk mengontrol biaya para kndidat, maka aturan mainnya perlu jelas dan dilaksanakan dengan tegas.

Ia mencontohkan misalnya membatasi berapa banyak balijo dan alat peraga lain yang boleh dipasang.

"Batasi penayangan iklan di TV dan media cetak. Kampanye hanya dalam bentuk dialogis dengan jumlah massa yang terbatas," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini