TRIBUNNEWS.COM - Subak merupakan warisan budaya di Bali yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Subak bagi masyarakat Bali tidak hanya sekedar sistem irigasi, tetapi juga merupakan konsep kehidupan bagi rakyat Bali itu.
Dikutip dari Buku Siswa Kelas V Tema 5 Ekosistem, subak merupakan sekumpulan petani di Bali yang mengelola sistem irigasi di kawasan persawahan.
Subak tidak hanya memperhatikan sistem irigasi, tetapi juga memperhatikan asas kerjasama dan keadilan dengan menggunakan sistem meminjam air kepada anggotanya.
Pada tahun 2012, subak diakui sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization).
Baca juga: Sumber Energi Panas: Berikut Pengertian, Contoh, dan Manfaat bagi Makhluk Hidup
Baca juga: Sederet Agenda Pariwisata NTB Tahun 2021, Ada Festival Budaya dan 4 Kejuaraan Dunia
Sementara itu, Dosen dan Peneliti di Lab Subak dan Agrowisata Fakultas Pertanian Universitas Udayana, I Made Sarjana menjelaskan filosofi dan dan nilai budaya di balik konsep subak.
Menurutnya, subak merupakan organisasi masyarakat petani di Bali yang mengatur manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah.
Dalam budaya pertanian, seorang petani tak bisa berdiri sendiri dalam setiap prosesnya.
Seorang petani harus bekerja sama dengan petani lain.
Gotong royong itu diterapkan dari tahap persiapan tanam hingga panen.
"Kalau di pertanian kan lebih ke hubungan sosial yang diutamakan."
"Menghadapi risiko kekeringan misalnya, dia harus bekerja sama dengan petani lain untuk mencari air atau irigasinya," kata I Made Sarjana saat dihubungi Kompas.com, Senin (29/6/2020).
I Made Sarjana menyebut, subak merupakan manifestasi dari filosofi Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu.
Tri Hita Karana, meliputi Parahyangan atau hubungan manusia dengan Tuhan.