TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Pemajuan bahasa daerah memerlukan sinergisitas berbagai pihak. Apalagi menurut undang-undang dan berbagai peraturan, tanggung jawab pelindungan dan pembinaan bahasa daerah diserahkan kepada pemerintah daerah.
Meskipun sudah menginjak tahun ketiga, program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD) yang dicanangkan pemerintah pusat belum tentu dilaksanakan setiap tahun. Oleh karena itu, program RBD harus menjadi gerakan bersama dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, lembaga, dan komunitas.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., pada Minggu (9/5). Sekitar satu jam Prof. Aminudin menjelaskan pencapaian dan tantangan program Revitalisasi Bahasa Daerah acara “Koordinasi Pelaksanaan Revitalisasi Bahasa Daerah dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat dan Banten” di Hotel Grand Sunshine, Kabupaten Bandung, pada 9—11 Mei 2023.
Kegiatan rapat koordinasi (rakor) merupakan awal dari rangkaian pelaksanaan program Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah di Provinsi Jawa Barat Tahun 2023 sebagai wujud implementasi program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tentang Merdeka Belajar Episode ke-17: Revitalisasi Bahasa dan Sastra Daerah.
Prof. Aminudin selanjutnya menjelaskan bahwa pada awalnya bahasa daerah yang terancam punah sebagian besar berada di wilayah Indonesia Timur.
“Ternyata sekarang telah bergeser ke arah barat, beberapa bahasa daerah mengalami kemunduran dan menuju kepunahan. Jadi, tidak ada satu bahasa daerah pun yang jumlah penuturnya naik, termasuk bahasa Sunda,” katanya.
Menurutnya, apabila tidak ada kreativitas dari penuturnya, maka bahasa daerah tersebut lambat laun akan mengalami kepunahan. Karena itulah Badan Bahasa membuat inisiatif baru, yaitu program revitalisasi yang berkelanjutan. Sebelumnya program pelestarian bahasa daerah melalui “teori hit and run”, yaitu membuat satu kegiatan kemudian ditinggalkan.
“Kita harus memperkenalkan kembali ranah baru untuk penggunaan bahasa Sunda. Bersama siapa? Bersama pemangku kepentingan, yaitu keluarga, masyarakat, komunitas penutur bahasa Sunda, kemudian pemerintah daerah yang diwakili oleh dinas-dinas pendidikan,” jelasnya.
Lebih lanjut Prof. Aminudin menyampaikan bahwa model baru ini ternyata mampu menggerakkan antuasias para penutur bahasa daerah. Hal ini terbukti dengan peningkatan keikutsertaan berbagai kalangan dari tahun ke tahun. Misalnya di Jawa Barat, imbas dari program RBD mencapai 400 ribuan orang pada tahun 2021, dan meningkat berlipat-lipat hingga jutaan orang di tahun 2022.
Di penghujung sambutan, Prof. Aminudin mempertegas pentingnya peran serta pemerintah daerah dalam kegiatan ini. Kepedulian Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih terbilang minim jika dibandingkan dengan provinsi lain. Di Provinsi Lampung misalnya, gubernur hadir langsung untuk membuka kegiatan. Demikian pula di beberapa daerah lainnya.
Tanggung Jawab Kolektif
Program Revitalisasi Bahasa Daerah di berbagai provinsi dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan.
Di Jawa Barat, rangkaian ini akan dimulai lewat koordinasi dengan dinas pendidikan kota dan kabupaten. Selanjutnya, akan diadakan pelatihan untuk para guru utama di jenjang SD dan SMP.
Pada pelatihan tersebut, para guru akan diberi tujuh macam materi, yaitu membaca dan menulis aksara Sunda, menulis cerita pendek (nulis carpon), membaca dan menulis puisi (maca sajak), mendongeng, pidato (biantara), tembang pupuh, dan komedi tunggal (borangan).