Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Mengelola keamanan siber telah menjadi kebutuhan utama di banyak lembaga dan organisasi. Terlebih, saat ini kasus serangan siber banyak terjadi di perguruan tinggi. Hal ini mendorong alumni Swiss German University (SGU) menjalankan tranformasi dengan menjadikan laboratorium cyber security SGU sebagai Pusat Operasi Keamanan (SOC).
"SOC SGU ini akan menjawab keperluan pemantauan ancaman siber internal sebagai sarana pembelajaran di SGU, serta akan digunakan sebagai pusat koordinasi tanggap insiden nasional untuk insiden yang dilaporkan ke komunitas Academic Computer Security Incident Response Team ( ACAD-CSIRT)," kata Dekan Fakultas Teknik dan Teknologi Informasi SGU, Dr. Maulahikmah Galinium kepada wartawan belum lama ini.
Saat melakukan tanggap insiden serangan siber, SGU dan ACAD CSIRT berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Dengan demikian, keberadaan SOC SGU ini diharapkan akan dapat berkontribusi dalam peningkatan keamanan siber di Indonesia, khususnya di lingkungan akademik," katanya.
Dalam bidang penelitian, SOC SGU juga direncanakan akan dipergunakan dalam SecureTech Research Hub, yang merupakan research center di lingkungan SGU yang diharapkan bisa menjadi center of excellence untuk riset cyber security di Indonesia.
"Dengan memantau ancaman serangan siber dan melakukan koordinasi tanggap insiden secara nasional, akan didapatkan data ancaman yang sangat berguna untuk peneliti keamanan siber dan akademisi dalam mengantisipasi serangan siber secara kontinu," katanya.
Data potensi serangan dan serangan siber ini adalah sumber pengetahuan yang sangat berguna dalam membangun kesadaran tentang keamanan siber saat ini dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Baca juga: Cegah Serangan Siber, UIN Imam Bonjol Tingkatkan Perlindungan Keamanan di Dunia Digital
Selanjutnya data ini diharapkan akan dapat mendorong pertumbuhan kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia, baik pengajar atau peserta didik, untuk dapat mengikuti perkembangan ancaman siber yang terus berevolusi dan semakin kompleks.
Ketua Academic Computer Security Incident Response Team (Acad C-SIRT) Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., M.B.A., M.Phil menilai pentingnya perguruan tinggi memilikin sistem pertahanan mengingat kampus-kampus yang jumlahnya 5.000 rentan diserang seperti halnya perbankan.
Baca juga: Cegah Serangan Siber ke Data Nasabah, Perbankan Perkuat Sistem Manajemen Keamanan Informasi
"Banyak kampus yang sistem pertahanan yang mudah ditembus dan ada juga yang sudah memiliki sistem yang mumpuni jadi perlindungan sistem jaringan siber di kampus sangat penting, karena di dalamnya menyangkut peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga bisa dibayangkan kalau yang diretas nilai atau kelulusan," katanya.
Maulahikmah Galinium menambahkan, SGU sudah merintis program Master Information Technology dengan konsentrasi di bidang keamanan siber sejak tahun 2008 dan sejak itu SGU telah bekerjasama dengan banyak institusi pemerintah, akademisi dan praktisi di bidang keamanan siber, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMENKOMINFO), BSSN dan Bank Indonesia.
Pada tahun 2018 SGU bekerja sama dengan BSSN dan komunitas Indonesia Honeynet Project (yang juga didirikan di SGU) untuk melakukan penelitian keamanan siber khususnya di bidang Malware dan Threat Intelligence.
Penelitian ini telah mendapat pendanaan riset selama 3 tahun berturut-turut (2019, 2020, dan 2021) dari Information Society Innovation Fund, yang merupakan program hibah riset kompetitif yang terbuka untuk negara-negara di Asia Pasifik dan didanai oleh APNIC (Asia Pacific Network Information Centre).
APNIC adalah organisasi yang melakukan pengaturan IP address untuk akses internet di Asia Pasifik. Hasil kerjasama tersebut telah dibukukan dalam laporan tahunan BSSN dan laporan tahunan hasil riset dengan dana hibah ISIF Asia, serta dipublikasikan dalam beberapa artikel ilmiah.
"Tahun ini SGU bersama Indonesia Honeynet Project dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga mendapatkan hibah riset ISIF Asia, yang akan difokuskan pada penelitian terhadap serangan siber pada infrastruktur Internet Exchange Indonesia (IIX) dengan melibatkan sebagian Internet Service Provider yang ada di Indonesia," katanya.