Oleh: Willy Kumurur, Penikmat Bola.
TRIBUNNEWS.COM - Betapa rumit dan tak terduga mesin kehidupan sebenarnya, tutur Kurt Vonnegut, penulis Amerika yang dikenal karena novel-novel dan humornya yang satir dan kelam.
Sampai sebelum Piala Dunia 2022 digelar Belgia menempati peringkat kedua federasi sepakbola internasional Fédération Internationale de Football Association (FIFA) di bawah Brasil.
Namun penampilannya di grup F Piala Dunia di Qatar tidak mencerminkan layaknya sebagai tim papan atas dunia.
The Red Devis (Setan Merah) -julukan Belgia- dihajar 0-2 oleh tim peringkat 22 dunia, Maroko.
Kemenangan Maroko atas Belgia mengakibatkan pecahnya kerusuhan di Brussel, ibukota Belgia, dan di Antwerpen, di utara Belgia.
Polisi anti huru-hara yang dikerahkan untuk mengamankan pertokoan menjelang Natal di pusat kota dialihkan guna memadamkan kerusuhan suporter Belgia.
Baca juga: Belgia Tersingkir di Piala Dunia 2022, Lukaku Tak Bisa Bobol Gawang Lawan Tapi Jebol Kaca Bench
Water cannon dan gas air mata terpaksa dikeluarkan guna membubarkan kerumunan massa; dan polisi juga terpaksa menutup beberapa jalur transportasi umum.
Suporter kecewa atas performa buruk Kevin de Bruyne dan kawan-kawan yang tak sanggup mengatasi Maroko.
Pada akhirnya Maroko memuncaki klasemen grup F sekaligus menyingkirkan Belgia dari pentas Piala Dunia.
Keberhasilan Maroko lolos ke babak knock-out Piala Dunia 2022 mengingatkan fansnya pada kiprah Singa Atlas -julukan tim Maroko- di Piala Dunia 1986 yang dihelat di Meksiko.
Sebuah kenangan manis bagi pelatih Maroko saat ini, Walid Regragui.
Tiga puluh enam tahun yang lalu, Maroko begitu perkasa di Meksiko.
Regragui baru berusia 10 tahun ketika Mohamed Timoumi, Abdelkrim Merry Krimau, dan kapten kiper Badou Zaki menginspirasi menghantarkan Singa Atlas menjadi tim Afrika pertama yang mencapai babak sistem gugur Piala Dunia.
Baca juga: Maroko Belum Terkalahkan, Spanyol Siap-siap Kejutan, Youness Mokhtar: Waktunya Buat Afrika