Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) banyak mengambil sikap kejutan dengan tidak memberikan rekomendasi kepada kader internal di sejumlah wilayah dalam Pilkada Serentak 2020. Beberapa diantaranya Solo, Medan, dan Surabaya.
Analis politik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang Adib Miftahul menilai sikap PDIP tersebut akan membuat para calon yang menerima rekomendasi rawan digembosi.
"Mengenai peluang PDIP saya terlebih dahulu melihat dinamika sebelum pengusungan calon yang direkomendasikan maju di Pilkada. Banyak resisten kalau kita lihat, calon-calon yang direkomendasikan itu rawan digembosi oleh kader internal. Karena calon yang akhirnya direkomendasikan kan bukan kader internal," ujar Adib, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (4/9/2020).
Baca: Ditunjuk PDIP Maju ke Pilkada Surabaya, Ini Sosok Eri Cahyadi & Armuji, Anak Buah Tri Rismaharini
Adib mencontohkan kasus di Medan, dimana Bobby Nasution-Aulia Rahman akhirnya diusung dan petahana Akhyar Nasution terpinggirkan yang berujung pada keluarnya yang bersangkutan dari PDIP.
Di Surabaya pun dinamika serupa terjadi, ketika kader internal partai berlambang banteng moncong putih itu yakni Whisnu Sakti Buana tidak mendapat rekomendasi. PDIP sendiri mengusung Eri Cahyadi-Armuji.
"Nah proses-proses dinamika yang berujung rekomendasi seperti inilah yang menurut saya PDIP seolah mulai menabuh perang kepada kadernya sendiri begitu. Maka ujungnya saat Pilkada, rawan digembosi dan tak solid, karena yg diusung tak memiliki ikatan emosional kader dibawah," jelasnya.
Baca: Calon Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Yang Diumumkan Puan Maharani Kemarin
Bukan tak mungkin, kata Adib, pesan yang ditangkap oleh kader internal adalah bahwa tidak ada masa depan di PDIP. Dimana yang punya masa depan adalah orang-orang yang memang punya link kekuasaan, yang ujungnya bisa memberikan hegemoni oligarki politik dan oligarki ekonomi.
"Padahal dulu kalau kita lihat Bu Mega juga sangat anti dengan politik dinasti kan berapa bulan waktu sempat menyinggung itu. Soal Gibran, ini juga tak lain dari pengaruh bapaknya yang asli Solo. Jadi menurut saya yang paling resistensinya rendah hanya di Solo," ungkapnya.
"Tapi tempat-tempat yang saya sebutkan di atas tadi peluangnya tak sebesar di Solo. Seperti di Surabaya juga rawan digembosi dan soliditas PDIP Surabaya menurut saya resisten terancam tak solid soal ini. Peluang berimbang, tergantung formula yang ditawarkan kepada masyarakat kota Surabaya. Karena kalau kita lihat Surabaya juga tak terlepas dari nama besar Risma," pungkas Adib.