"Jika ini tidak dihitung tanpa pilih yang tidak tahu atau tidak menjawab kita hilangkan lalu kita kadikan itu 100 persen maka Prabowo-Sandi 37,2 persen sedangkan Jokowi-Maruf 62,8 persen," ungkap Danis.
Selain itu, ia juga menyebut, dalam survei juga menanyakan alasan kenapa Bapak/Ibu memilih calon presiden dan calon wakil presiden?
"Sebagian besar mengatakan capres/cawapres memiliki kinerja yg baik, sesuai dengan keyakinan, merakyat, kharismatik dan lain-lain," tambahnya.
Diketahui, survei yang dilakukan pada 24 Maret-7 April 2019 terhadap 1.200 responden.
Margine of error kurang lebih 2,83 persen. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei Puskaptis: Prabowo unggul
Lembaga survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) merilis hasil survei elektabilitas calon presiden dan wakil presiden 2019.
Puskaptis memaparkan, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno unggul tipis yakni 47,59 persen sementara dari Jokowi - Maaruf Amin 45,37 persen.
Ia mengatakan elektabilitas Prabowo-Sandiaga yang unggul dari Jokowi-Maaruf, diungkap publik dengan berbagai alasan diantaranya menginginkan perubahan dan presiden baru.
"Sosok keduanya dipandang mampu memperbaiki kondisi ekonomi saat ini serta memiliki karakter tegas dan berwibawa.
Meski demikian, dari hasil survei yang sama menunjukan bahwa 50 persen masyarakat puas terhadap citra kepemimpinan Jokowi.
"Perbedaan tingkat elektabilitas yang ketat ini dapat disimpulkan kedua pasangan punya peluang yang sama dalam memenangkan pertarungan. Namun dengan dengan keunggulan 2,14 persen, Prabowo-Sandiaga, berpeluang besar menangkan pertarungan di 17 April 2019," ucap Husin.
Survei dilakukan pada 26 Maret - 2 April 2019, yang diklaim dilakukan secara proporsional di 34 provinsi, dengan jumlah responden sebanyak 2.100 berusia 17 tahun atau di atasnya dan telah menikah, serta tersebar baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Survei dilakukan dengan Metode Multistage Random Sampling dan margin error kurang lebih 2,4 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Harus bisa dipertanggungjawabkan
Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi pasal soal hitung cepat atau 'quick count' yang tercantum di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan penggunaan metode 'quick count' dibutuhkan pada saat penyelenggaraan Pemilu di tanah air.
Namun, dia meminta, agar penggunaan metode itu dapat dipertanggungjawabkan. Dia menegaskan, lembaga survei selaku penyelenggara 'quick count' mempunyai tanggungjawab moral terhadap masyarakat.
"Harus dipertanggungjawabkan secara moral," kata Siti Zuhro, dalam sesi diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).
Menurut dia, lembaga survei dituntut menyampaikan informasi secara akurat kepada masyarakat. Hal ini, kata dia, harus dilakukan di tengah kondisi masyarakat yang sedang terbelah karena adanya Pilpres 2019.