Ia mengaku ada calon dari Demokrat diminta memasukkan pejabat kepolisian sebagai calon wakilnya untuk kepentinan tertentu.
Di daerah lain, sambung SBY, ada seorang calon yang diperkarakan oleh polisi karena menolak untuk memenuhi keterlibatan petinggi kepolisian.
SBY menegaskan selama dua periode memimpin Indonesia sangat mengenal soal ketiga lembaga yang dimaksud, yakni TNI, Polri dan BIN.
Dia menduga adanya oknum aparat TNI, Polri, dan BIN, yang ikut berpolitik dan ingin mengagalkan calon-calon yang diusung oleh Demokrat.
Ia lantas mengungkit pemeriksaan Sylviana Murni oleh Polri dalam Pilgub Jakarta. Pemeriksaan Gubernur Papua Lucas Enembe, sampai pernyataan Antasari Azhar pascabebas dengan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan pribadinya.
Ada pula, kata SBY, petinggi BIN memerintah petinggi TNI untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Keterangan bernada kontroversial itu disampaikannya dengan maksud agar TNI, Polri, dan BIN, dapat menjaga netralitasnya dalam kontestasi politik di negeri ini.
"Kenapa ini saya sampaikan, agar BIN, TNI, Polri, netral. Ini nyata sekali kejadiannya. Kalau pernyataan saya ini membuat intelejen dan kepolisian tidak nyaman, dan mau menciduk saya, silakan," sebutnya.
Ia juga berharap bahwa rakyat bisa berani menolak semua tindak kecurangan termasuk ketidaknetralan tersebut.
SBY mengatakan jika ketidaknetralan ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan menimbulkan perlawanan dari rakyat.
"Oleh karena itu saudara-saudaraku, pada pilkada serentak ini saya mohon dengan segala kerendahan hati netrallah negara, netrallah pemerintah, netrallah BIN, Polri dan TNI," katanya.
"Saya juga berharap rakyat kita berani menolak semua tindak kecurangan termasuk ketidaknetralan, biarlah rakyat menggunakan haknya, siapa pun yang disukai, yang diyakini bisa memimpin."
"Ini permohonan dan harapan saya. Kalau tidak, Allah juga mendengarkan ucapan saya," kata SBY.
Dalam kasus Pilgub Jabar, SBY mencontohkan bagaimana ada oknum memata-matai jagonya, yakni pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.