Selain itu, ada 2,3 juta yang lahir pada 1 Januari.
"Itu tidak wajar, karena yang lahir 1 Juli itu ada 20 kali lipat dari data normal," kata Agus.
Agus mengatakan, dia pernah berkoordinasi dengan ahli statistik dan dikatakan, data itu tidak wajar.
Agus memperkirakan dengan menghitung 195 juta pemilih dibagi 365 hari.
Menurut Agus, angka wajar yang lahir pada 1 Juli adalah 520.000.
Dia mengaku juga pernah berkoordonasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Namun, menurut Agus, KPU dan Direktorat Jenderal Kependudukan pernah menyatakan, informasi itu benar.
Sebab, sesuai aturan, jika ada pemilih yang tidak ingat tanggal lahirnya, maka akan diberikan tanggal lahir oleh Ditjen Dukcapil.
Agus dapat menerima penjelasan itu.
Namun, menurut dia terdapat ketidakwajaran, karena jumlahnya terlalu besar.
Menurut perhitungan Agus, seharusnya yang dicatat lahir pada 1 Juli jumlahnya hanya 520.000 saja.
"Jadi alasan itu kami terima. Yang jadi tidak betul jumlahnya yang banyak 9,8 juta. Itu yang jadi atensi khusus," kata Agus.
5. Hakim MK tegur kuasa hukum 01
Hakim MK menegur anggota tim kuasa hukum paslon 01, Sirra Prayuna dalam lanjutan sidang sengketa Pilpres 2019.
Hakim MK menilai pertanyaan yang diajukan Sirra menjebak saksi dari tim Prabowo-Sandiaga, Agus Maksum.
Awalnya, Sirra menanyakan apakah Agus memahami instrumen apa yang digunakan untuk memvalidasi Daftar Pemilih Sementara (DPS) ke Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Sebelum Agus sempat menjawab, Hakim MK I Dewa Gede Palguna menginterupsi.
Palguna menanyakan, apa yang ingin dikejar oleh kuasa hukum pihak terkait melalui pertanyaan tersebut.
"Saya Majelis dari tadi berpikir apa yang mau Saudara kejar dengan pertanyaan Saudara ini?" tanya Palguna.
Sirra menjelaskan dirinya ingin menguji validitas dari data yang dipaparkan oleh Agus, misalnya soal data DPT bermasalah sebanyak 17,5 juta.
"Tapi apa perlu melingkar sejauh itu coba bisa enggak, lebih to the point supaya lebih efektif?" tambah Palguna.
Kemudian, Hakim MK Aswanto meminta Sirra mengajukan pertanyaan yang sesuai dengan posisi Agus sebagai saksi.
Ia juga meminta kuasa hukum tidak menggunakan pertanyaan yang menjebak saksi untuk berpendapat.
"Saya ingin ingatkan juga ini adalah saksi fakta. Dia bukan ahli. Pertanyaan kita jangan untuk ahli."
"Kalau saudara menanyakan titik mana itu untuk ahli itu. Dia gak ngerti. Supaya imbang, pertanyaan kita juga jangan menjebak untuk dia berpendapat," kata Aswanto.
6. BW usir seorang pria yang foto barang bukti tanpa izin
Ada kejadian menarik di sela-sela sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di MK.
Kejadian tersebut terjadi di luar sidang MK antara ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto (BW) dan tim hukum KPU RI.
Kejadian itu berawal saat BW memutuskan keluar dari ruang sidang saat sidang tengah berlangsung untuk menemui anggota timnya yang sedang menyiapkan bukti.
Barang bukti tersebut tiba sebelum batas akhir verifikasi pada pukul 12.00 WIB.
Di lantai dasar Gedung MK, BW menemui sejumlah anggota timnya yang tengah menyiapkan tumpukan bukti yang mencapai tiga lori di area steril yang hanya boleh dimasuki pihak pemohon dan pegawai MK.
BW kemudian memergoki ada dua orang yang tak dikenalnya mengenakan jas hitam sedang sibuk mendokumentasikan bukti yang disiapkan timnya menggunakan ponsel.
“Foto-foto begini sudah dapat izin belum?” tanya BW yang masih mengenakan jas toga kepada dua orang itu.
Kemudian terjadi percakapan di antara kedua pihak serta pegawai MK.
Dari percakapan itu, kedua orang tersebut diketahui merupakan bagian dari tim hukum KPU.
Mereka tampak gugup menjawab dengan menyatakan telah mendapat izin untuk mendokumentasikan alat bukti.
Namun kepada mereka kemudian dijelaskan, pihak KPU RI tidak boleh mendokumentasikan bukti milik pemohon.
Setelah itu BW kemudian meminta kedua orang tersebut untuk keluar dari area steril.
“Please get out, don’t against the law (Tolong keluar, jangan melawan aturan),” teriak BW kepada keduanya.
Kedua orang itu pun kemudian meninggalkan kubu Prabowo-Sandi tanpa perlawanan.
Kepada wartawan BW mengatakan, pria tersebut merupakan tim kuasa hukum KPU.
Hanya saja pria tersebut tidak mengakuinya.
"Tadi saya tanya anda siapa? Gak ngaku, ga taunya kuasa hukum termohon, kuasa hukum KPU."
"Kalau mau foto dari situ, saya ngerti lah arahnya di mana," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Taufik Ismail/Rizal Bomantama) (Kompas.com/Abba Gabrillin/Kristian Erdianto)