TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Real Estate Indonesia (REI) meminta pemerintah memperpanjang pemberlakuan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) Properti hingga setahun ke depan di 2023.
Alasannya, para pengembang properti menghadapi kendala kenaikan harga sejumlah material bahan bangunan.
Pemerintah sebenarnya sudah pernah memperpanjang diskon pajak untuk membeli rumah baru alias insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) Properti.
Perpanjangan PPN DTP properti diberikan Pemerintah ke pengembang selama 9 bulan di 2022.
Besaran PPN yang ditanggung pemerintah sampai akhir kuartal III 2022 nanti mencapai 50 persen untuk penjualan rumah paling tinggi Rp 2 miliar.
Sementara untuk penjualan rumah dengan harga di atas Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar besaran PPN yang ditanggung pemerintah hanya 25 persen.
“Kita mengharapkan (insentif) PPN DTP itu bisa diperpanjang, dan (perpanjangannya) jangan diirit-irit jadi diberikan dengan short term-short term, tapi akhirnya jadi setahun, nanti masyarakat jadi bingung,” kata Ketua Umum REI, Totok Lusida saat dihubungi Kontan.co.id (12/7/2022).
Baca juga: Perpanjangan Insentif PPN DTP Rumah Diyakini akan Meningkatkan Minat Pembeli Properti
Kelanjutan insentif PPN DTP rumah tertuang dalam PMK Nomor 6/PMK.010/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022, yang ditetapkan pada 2 Februari 2022 lalu.
Sebelumnya, kebijakan insentif PPN DTP telah diberikan pada Maret s.d. Desember 2021.
Saat itu, PPN DTP diberikan seluruhnya (100 persen) bagi hunian dengan nilai jual sampai dengan Rp2 miliar dan PPN DTP sebagian (50 % ) diberikan pada hunian dengan nilai jual Rp2-5 miliar.
Baca juga: Kebijakan PPN DTP Dongkrak Harga Rumah Tapak di Jabodetabek
Bukan tanpa alasan REI mengharapkan perpanjangan insentif PPN DTP. Totok mengungkapkan, saat ini pihak pengembang rumah tengah dihadapkan pada kenaikan harga-harga bahan bangunan.
Untuk harga besi misalnya, Totok mencatat bahwa harga material tersebut sudah naik ke level sekitar Rp 13.000 per kilogram.
Sebelumnya, harga bahan material tersebut masih berada di sekitar angka Rp 6.800 per kilogram pada Desember 2021.
Di sisi lain, porsi kontribusi bahan bangunan/material juga tidak sedikit dalam biaya produksi properti, yakni berkisar 40 % menurut catatan Totok.
Baca juga: Insentif PPN DTP Properti Diperpanjang, Minat Rumah Tapak Diyakini Meningkat
Masalahnya opsi untuk menaikkan harga juga bukanlah pilihan yang mudah di tengah permintaan pasar yang juga terbatas di segmen menengah atas.
Alhasil, para pengembang properti di segmen menengah atas hanya berani menaikkan harga tipis-tipis, yakni sekitar 3 sampai 5 persen.
Ikhtiar sisanya dilakukan dengan cara menghemat pengeluaran di berbagai pos beban seperti biaya pemasaran dan lain-lain untuk mengimbangi kenaikan harga bahan bangunan.
“Kalau kita naik sesuai (kenaikan harga) bahan material tapi nanti permintaan masyarakatnya enggak ada juga kan jadi berat buat pengembang properti,” ujar Totok.
Persoalan pada pengembangan rumah segmen subsidi kurang lebih serupa, yakni sama-sama dihimpit oleh kenaikan harga-harga bahan material bangunan.
Bedanya, pengembang rumah subsidi tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual produk lantaran adanya ketentuan batas harga dari pemerintah.
Akibatnya, sebagian pengembang perumahan segmen subsidi sampai mengerem pembangunan lantaran kenaikan biaya bangunan yang tidak tertutupi.
Selain mengharapkan perpanjangan insentif PPN DTP, REI juga berharap aturan anyar harga baru rumah subsidi bisa segera keluar agar pengembang bisa melakukan penyesuaian harga jual produk.
“Kami mengharapkan aturan harga baru bisa terbit karena segmen rumah sederhana sudah 3 tahun tidak naik,” tandas Totok.
Reporter: Muhammad Julian | Sumber: Kontan