News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wamen Fahri Hamzah Soroti Kondisi Rumah di RI: Kena Gempa 7 Skala Richter, 80 Persen Habis

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi perumahan di Manado Sulawesi Utara

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyoroti kondisi perumahan di Indonesia.

Fahri menjelaskan bahwa saat ini terdapat masalah besar terkait banyaknya rumah di Indonesia yang tidak tahan terhadap gempa bumi.

"Banyak rumah masyarakat Indonesia kalau gempa 7 skala richter saja, 80 persen bisa habis," katanya ketika ditemui di kantor Kemenko IPK, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2025).

Baca juga: Bangun Rumah di Pesisir, Pemda Diminta Siapkan Rencana Penataan Kawasan dan Hunian Layak

Fahri mengatakan, sejatinya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) telah memiliki riset berisi kriteria rumah yang tahan gempa.

Maka dari itu, dalam pembangunan rumah yang dilakukan oleh pemerintahan sekarang ini, konstruksinya harus mengacu pada kriteria dari hasil riset tersebut.

"Nah sekarang ini dalam skema kita penyelenggaraan perumahan baru, kita akan memasukkan secara ketat bahwa konstruksi dan bangunannya betul-betul bersumber dari satu riset yang di-approve oleh pemerintah bahwa ini layak bangun atau tidak," ujar Fahri.

Kewajiban membangun rumah yang tahan gempa ini sejalan dengan kesiapan pemerintah menghadapi potensi gempa megathrust di Indonesia.

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi gempa megathrust di wilayah Indonesia.

Hal itu disampaikan Dwikorita dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Bahkan, Dwikorita Karnawati mengucap basmallah dan berdoa agar bencana gempa megathrust tersebut tidak terjadi.

"Bismillah, semoga tidak terjadi. Kami tidak bisa memprediksi, namun mewaspadai seismik gap ada dua panah besar, ini yang benar-benar kami bersiaga seismik gap, ini adalah energi megathrust yang belum dilepaskan, dan kita tidak tahu akan lepas namun sudah 267 tahun belum terlepas," kata Dwikorita.

Baca juga: Dukung Program 3 Juta Rumah, Perumnas Kembangkan Hunian Terjangkau di Bandung

Dia mengatakan, semakin lama energi gempa ini tersimpan, maka potensi dampaknya semakin besar ketika dilepaskan.

“Nah, di Jepang yang baru saja terjadi itu 78 tahun kemudian terlepas, di tempat yang lain, di Oki Jepang 176 tahun terlepas, di Aceh tsunami Banda Aceh itu gambaran megathrust itu terlepas setelah energinya 97 tahun," ujarnya.

Kendati belum diketahui kapan energi tersebut akan dilepaskan, Dwikorita menegaskan bahwa kesiapsiagaan adalah hal yang mutlak.

Untuk itu, BMKG telah berkoordinasi dengan stakeholder terkait, di antaranya Kementerian PUPR, BNPB, BRIN, dan BPBD, untuk memastikan langkah mitigasi bencana berjalan dengan baik. 

"Sehingga sudah sepatutnya kita semua bersiaga semoga tidak terjadi, kami sudah berkoordinasi dengan PUPR dengan BNPB dengan BRIN, BPPD, mohon doanya tidak akan terjadi," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini