TRIBUNNEWS.COM - Energi positif Ramadan senantiasa mengantarkan umat Islam pada satu titik kesadaran insaniah sekaligus Ilahiah yang terpendam dalam batinnya.
Satu bulan bulan penuh umat Islam digembleng untuk merunduk, melihat jauh ke dalam relung jiwanya dengan menggemuruhkan amalan lahir dan batin serta mengontrol diri (self-control) dari segala perbuatan tercela.
Dengan harapan, selepas Ramadan katub-katub keberimanan dan ketakwaan umat semakin terbuka lebar, dan kesadaran untuk menjadi manusia yang lebih unggul pun meningkat tajam.
BACA JUGA: https://ganaislamika.com/rahasia-rahasia-puasa-menurut-imam-ghazali/
Sama halnya dengan puasa, inti darinya agar ketakwaan dan ketundukan umat terhadap segala pesan-pesan teologis dalam kurva terus meningkat.
Karena itulah, puasa selayaknya berfungsi memancing aktivitas ibadah lainnya supaya tambah bersemangat; puasa sepatutnya menjadi motivasi bertambahnya nilai-nilai dalam segala lini kehidupan, baik yang secara langsung bersifat ukhrawi maupun yang tidak langsung.
Bukan sebaliknya, dengan dalih kurangnya asupan makanan dari subuh hingga magrib, maka puasa menjadi ajang menikmati kemalasan.
Bukan pula untuk membenarkan secara tekstual ungkapan hadis yang mengatakan bahwa “Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah,” lantas mengisi hari-harinya dengan tidur dan bermalas-malasan.
Selayaknya puasa mampu memantik nilai-nilai positif dalam membangkitkan semangat kehidupan duniawi maupun ukhrawi.
BACA JUGA: https://ganaislamika.com/kurma-buah-ajaib-dari-timur-tengah/
Aktivitas ini harus dijalaninya dengan rasa penuh kesyukuran dan kebahagiaan. Karena bulan Ramadan menjadi salah satu dari keutamaan Allah SWT, maka kita pun diperintahkan untuk menyambutnya dengan segenap kegembiraan dan kesenangannya, seperti firman Allah SWT, “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, selayaknyalah mereka bergembira dengan itu semua. Karena karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus [10]: 58).
Al-Ghazali pun tak ketinggalan menguatkan firman-Nya dengan kutipan hadis Nabi Saw, “Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Tuhannya.”
Sebab, dia menyadari betul bahwa puasa menjadi pintu utama bagi segenap ibadah, seperti dalam sabdanya, “Setiap sesuatu memiliki pintu, dan pintu ibadah adalah puasa.”
Sehingga jika puasa seseorang tidak sempurna puasanya, maka bagaimana dia akan meraih kunci kesempurnaan dari ibadah-ibadah lainnya? Jika menjalaninya tidak dengan keikhlasan dan kegembiraan, lalu bagaimana bisa memperoleh keikhlasan dalam ibadah-ibadah lainnya?