Selain itu, dia juga mulai bertanya-tanya, kira-kira apa yang dirasakan seorang Muslim ketika sedang salat?
Mulai dari saat itu, Arisa bertekad, dia ingin mempelajari Islam secara lebih mendalam, tapi bukan karena dia sedang belajar tentang itu di universitas, tetapi lebih untuk pemahamannya sendiri.
Di dalam pikirannya, Arisa masih menganggap bahwa Islam adalah agama nun jauh di padang pasir sana, yang diperuntukkan untuk orang-orang asing, bukan dirinya.
Meski demikian, tidak seperti orang-orang pada umumnya, Arisa tidak memiliki prasangka buruk terhadap Islam. “Sejujurnya, saya tidak memiliki kesan buruk terhadap Islam, saya hanya belum memiliki kekaguman yang cukup untuk ini (Islam).”
Demikianlah, Arisa kemudian mulai mempelajari cara-cara salat, tujuannya bukan untuk spiritualitas, melainkan hanya untuk mencari pengalaman saja.
Dia ingin memahami sudut pandang Muslim ketika sedang beribadah.
Selain itu, di rumah, dia mulai mendengarkan Alquran dan mencoba mengingatnya.
Dia juga mengikuti ceramah-ceramah agama Islam bersama teman-temannya.
Sambil berjalan, dia mulai tertarik terhadap keindahan Islam dan kebaikan orang-orang Islam sebelum benar-benar menyadarinya.
Dia masih belum sadar, bahwa sesungguhnya dia telah benar-benar jatuh cinta terhadap Islam.
Sampai pada suatu waktu, ketika Arisa bekerja paruh waktu di acara Tokyo International Book Fair sebagai penerjemah bahasa Malaysia, dua orang wanita Muslim, asli orang Jepang, datang ke stannya.
Arisa sangat bersemangat bertemu dengan mereka. Dia ingin mendengar kisah mereka, yang asli orang Jepang, namun memilih untuk memeluk agama Islam. (PH)
Tulisan telah dipublikasikan Gana Islamika dengan judul
Nur Arisa Maryam (1): Kisah Wanita Jepang yang Masuk Islam