Ternyata saling memafkan di hari raya Idul Fitri tak hanya menghapus kesalahan kita di masa lalu, akan tetapi juga bermanfaat bagi tubuh dan mental menurut sains.
TRIBUNNEWS.COM - Momen Lebaran atau hari raya Idul Fitri merupakan waktu di mana kita bertemu sanak keluarga, teman, dan kenalan yang telah lama tidak jumpai.
Di waktu ini pula, kita saling menjemput maaf atas segala kesalahan yang telah kita perbuat, baik sengaja ataupun tidak.
Namun, apakah tradisi tahunan ini hanyalah sebuah rutinitas belaka? Pernahkah kita memikirkan sejenak mengenai makna dari ritual ini? Apakah kita sudah benar-benar memaafkan? Maaf adalah konsep yang universal dan dapat ditemukan di berbagai kepercayaan serta aliran pemikiran sepanjang masa yang tersebar di berbagai penjuru.
Semua ajaran tersebut menempatkan sikap memaafkan sebagai suatu bentuk kebaikan.
Saat seseorang diperlakukan tidak adil, maka orang tersebut perlu berjuang untuk melawan niatan dendam yang timbul akibatnya, berusaha untuk memaafkan, bahkan menggunakan pengalaman tersebut untuk menolong dan melawan ketidakadilan yang dijumpainya.
Memaafkan tidak berarti menyetujui, membenarkan, membiarkan, atau melupakan kesalahan yang telah diperbuat orang lain terhadap kita.
Namun, memaafkan merupakan cara kita mengasah pengendalian diri dan nilai moral yang kita miliki.
Lantas, apa saja tahapan yang perlu ditempuh untuk benar-benar memaafkan?
Langkah Memaafkan
Robert Enright, psikolog dari University of Wisconsin-Madison, memberikan saran yang dapat diikuti, seperti dilansir dari HuffPost.
Pertama, kita perlu mengukur sebesar apa dampak kesalahan dan ketidakadilan yang dilakukan orang lain terhadap kehidupan kita.
Apakah hal tersebut memicu beragam emosi, seperti marah, dendam, dengki, dan sebagainya. Kita perlu menyadari bahwa emosi tersebut mengonsumsi energi dalam jangka panjang, dan juga dapat mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain yang tidak bersalah pada kita.
Perlahan, kita akan sadar bahwa emosi ini ingin kita lenyapkan, dan kita ingin lepas dari kondisi ini.