Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, MAJALENGKA – Momentum Ramadan dimanfaatkan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid untuk mengkaji Kitab Maroh Labib yang juga dikenal dengan sebutan Tafsir Munir, karya Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani, ulama Indonesia bertaraf internasional yang juga Imam Besar Masjidil Haram.
Dikatakan Gus Jazil- sapaan akrab Jazilul Fawaid- Bulan Suci Ramadan harus dimanfaatkan untuk memperdalam ilmu-ilmu Alquran dengan membaca maupun memahami isinya.
”Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat agar di Bulan Ramadan ini hendaklah memperdalam ilmu-ilmu Alquran, membaca dan memahami Alquran. Ini lebih penting daripada misalnya ibadah salat tarawih atau ibadah sunnah lainnya karena mempelajari Alquran itu kewajiban,” ujarnya dalam kegiatan bertajuk Kajian Alquran dan Doa untuk KRI Nanggala 402 di Pondok Pesantren Al Mizan, Majalengka, Jawa Barat, seperti dikutip Tribunnews.com, Rau (28/4/2021).
Dikatakan Koordinator Nasional Nusantara Mengaji ini, sebagai upaya menghormati Ramadan, dirinya ingin membuka kembali kebiasaan mengkaji kitab kuning untuk mengingatkan bahwa pada bulan diturunkannya Alquran ini, salah satu hal yang paling penting adalah membaca dan mempelajari serta memahami isi Alquran.
Baca juga: 1,5 Juta Jamaah Kunjungi Masjidil Haram Makkah Selama Sepuluh Hari Pertama Ramadan
“Mencari ilmu apalagi ilmu Alquran, tafsir Alquran, ini lebih penting daripada salat tarawih, tapi pemahaman yang ada di masyarakat itu lebih senang tarawih padahal itu sunnah sedangkan mencari ilmu itu wajib,” katanya.
Melalui kesempatan itu, Ketua Ikatan Alumni Institut Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta itu juga mengingatkan betapa penting kalimat tayyibah atau narasi yang baik di tengah maraknya narasi-narasi buruk di masyarakat.
”Dalam Alquran disebutkan bahwa hendaknya kita ini menggunakan narasi yang baik karena narasi yang baik itu seperti pohon yang baik. Dia berkembang biak, tumbuh, dan memberikan asupan.
Di tengah hiruk pikuk pergunjingan, fitnah, ujaran kebencian, saya mengajak di Ramadan ini kita hendaknya mengutamakan kalimat tayyibah, kalimat yang mendidik, kalimat yang bagus,” tuturnya.
Dengan mengkaji Kitab Maroh Labib, tutur Gus Jazil, dirinya juga ingin menyampaikan pesan bahwa bangsa ini lahir berkat warisan dan perjuangan dari para alim ulama, khususnya mereka yang mengajarkan ilmu agama melalui kitab kuning.
”Jejaring kebangsaan, nasionalisme itu lahir dari ajaran kitab-kitab kuning. Salah satunya dari Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi. Bangsa ini bangsa yang diberkati karena lahir dari jasa para ulama. Jas hijau, jangan sekali-kali hilangkan jasa ulama,” serunya.
Dipaparkan Gus Jazil, Kitab Maroh Labib ditulis Syekh Nawani al-Bantani al-Jawi yang merupakan keturunan ke-12 dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Beliau merupakan cucu dari Maulana Hasanuddin, Banten.
”Beliau hampir satu periode dengan Pangeran Diponegoro. Beliau pernah pulang ke Tanara, Banten, namun pada 1828 kembali lagi ke Arab Saudi karena keadaan di Banten tidak kondusif.
Banyak tokoh yang belajar ke beliau. Semua tokoh ulama besar di Indonesia belajar ke Syekh Nawawi al-Bantani. Syekh Kholil Bangkalan, Syekh KH Hasyim Asy’ari, bahkan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah pun belajar dari beliau. KH Asnawi Kudus juga,” ucapnya.
Baca juga: Menu Buka Puasa Anies Baswedan Selama Bulan Ramadan, Tiga Biji Kurma dan Air Kelapa Muda