Gus Jazil pun menceritakan bahwa Syekh Nawawi merupakan ulama multitalenta dan dikenal sebagai ilmuan besar di wilayah Hijaz yang sangat produktif menulis kitab. Tidak kurang dari 115 kitab yang ditulisnya, meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci).
”Alhamdulillah saya pernah berziarah ke makam beliau di Ma’la, sekitar 10 meter dari Makam Khadijah al-Kubra. Ketika Wahabi menang di Arab, makam beliau sempat dibongkar untuk dipindahkan. Tetapi begitu dibongkar, kafan beliau semua utuh sehingga diambil keputusan beliau kembali dimakamkan di Ma’la,” paparnya.
Selain untuk mengkaji Kitab Maroh Labib, acara tersebut juga dimaksudkan untuk mendoakan para prajurit yang gugur dalam peristiwa tenggelamnya Kapal Selam KRI Nanggala 402.
Dikatakan Gus Jazil, mereka merupakan para pahlawan dan sekaligus syuhada yang gugur saat bertugas.
”Saya yakin mereka diberikan tempat yang khusus di sisi Allah, dan negara hendaknya juga memberikan penghargaan khusus dengan kenaikan pangkat ataupun apa namanya,” katanya.
Doa bersama tersebut sekaligus untuk mengingatkan bahwa kemampuan alutsista Indonesia perlu diperbaiki. ”Jadikan ini momentum perbaikan. Doa ini mengingatkan bangsa ini bahwa ada sejumlah prajurit yang mengorbankan jiwa raganya untuk negeri ini. Tentu pertahanan kita harus diperkuat di tengah pertarungan global,” tuturnya.