Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw melakukan shalat antara Isyak dan Subuh sebanyak sebelas rakaat. Beliau mengucapkan salam pada setiap dua rakaat dan melakukan witir dengan satu rakaat [H.R ad-Darimi Nomor 1538].
Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah saw mengerjakan shalat malam berjumlah sebelas rakaat dengan cara dua rakaat salam, dua rakaat salam hingga berjumlah sepuluh rakaat dan diakhiri witir satu rakaat.
Istilah shalat tahajud berasal dari firman Allah swt dalam Al-Qur’an surah al-Isra’ (17) ayat 79 sebagai berikut,
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا.
Pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.
Sedangkan istilah tarawih belum dikenal pada zaman Rasulullah saw. Pada masa itu istilah yang digunakan adalah qiyamu Ramadhan atau shalat malam di bulan Ramadhan. Istilah tarawih baru muncul setelah masa Rasulullah, kurang lebih pada abad ke-4 atau ke-5 Hijriah. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarh Sahih al–Bukhari menyebutkan, kata at-tarawihu (التراويح) adalah bentuk jamak dari kata tarwihatun (ترويحة), yang bermakna istirahat.
Tarwihatun memiliki akar kata yang sama (sebagai masdar marrah) dengan kata ar–rahah, sebagaimana kata taslimah (sebagai masdar marrah) yang berasal dari kata salam.
Baca juga: 10 Surat Pendek yang dapat Dibaca saat Sholat Tarawih
Istilah tarawih ini dikhususkan bagi shalat jamaah yang dilakukan pada malam-malam Ramadhan. Di masa itu mereka (orang-orang muslim terdahulu) biasa berkumpul dan berjamaah (untuk melakukan shalat malam di bulan Ramadhan) kemudian beristirahat di setiap dua salam shalat tarawih.
Mereka beristirahat karena saking lama dan melelahkannya shalat yang dikerjakan.
Adapun dalil-dalil yang terkait dengan witir adalah sebagai berikut,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.
Dari Ibnu Umar (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir [H.R. Muslim nomor 1245].
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لَا يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لِيَرْقُدْ وَمَنْ طَمِعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ.
Dari Jabir (diriwayatkan) dari Rasulullah saw, beliau bersabda: Barangsiapa di antara kalian khawatir tidak bisa bangun di akhir malam hendaklah ia witir di awal malam kemudian tidur, dan barangsiapa mampu bangun di akhir malam hendaklah ia witir di akhir malam, sebab shalat di akhir malam itu disaksikan. Itulah yang lebih afdal [H.R. Ibnu Majah nomor 1177].