Artinya: "Siapa yang mengerjakan salat pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridha Allah, maka dosa-dosanya yang terdahulu diampuni" (HR Bukhari, Muslim, Nasa'i, Tirmidzi dan Ahmad, dari Abu Hurairah RA).
B. Iktikaf
كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاوِرُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ ، وَيَقُولُ : تَحَرَّوا (وَفِي رِوَايَةٍ : الْتَمِسُوا) لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya: "Rasulullah saw. beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, dan beliau mengatakan, 'Carilah lailatul qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan" (HR Bukhari, dari Aisyah RA). Dalam hadis lain disebutkan.
Dari Abu Sa’id Al Khudri di mana Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda,
« إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ ». فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ
“Aku pernah melakukan iktikaf pada sepuluh hari Ramadan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beriktikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beriktikaf di antara kalian, maka beriktikaflah.” Lalu di antara para sahabat ada yang beriktikaf bersama beliau (HR. Bukhari no. 2018 dan Muslim no. 1167).
C. Berdoa
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul sallallahu alaihi wasallam, “Berdoalah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–)” (HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadis ini sahih).
Baca juga: Bolehkah Shalat Tahajud setelah Shalat Tarawih? Berikut Penjelasan Lengkap dengan Dalilnya
D. Bersungguh-sungguh ibadah
Dari Siti Aisyah radhiyallahu ‘anha:
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
Rasulullah saw. meningkatkan kesungguhan (ibadahnya) di sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan), hal yang tidak beliau lakukan pada (hari) lainnya(HR Muslim, Ibnu Majah, Khuzaimah dan Ahmad).
Bahkan Rasulullah memerintahkan kita untuk memburu
تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
“Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadan” [ Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169 ].
E. Mengajak keluarga untuk menghidupkan malam lailatul qadar
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، أَحْيَا اللَّيْلَ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata “Rasulullah saw. ketika memasuki sepuluh terakhir Ramadan beliau menghidupkan malam itu, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya” (HR Muslim).
Baca juga: Apakah Menelan Ludah Membatalkan Puasa? Simak Inilah Hukum dan Penjelasannya