Laporan Kontributor Tribunnews.com, Chanry Andrew Suripatty
TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA – Rentetan kasus kekerasan dan terror yang dilakukan oleh orang tidak dikenal di Papua dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir mulai menuai keprihatinan.
Koordinator Aktivitis HAM Papua Markus Haluk melalui pesan elektroniknya kepada Tribunnews.com di Jayapura Rabu 30/05 mengatakan penembakan terhadap WNA asal Jerman Djetmar Pieper sama hal nya, yang pernah terjadi pada Opinus Tabuni, tanggal 9 Agustus 2008 di Wamena, saat perayaan hari Masyarakat Pribumi Sedunia.
Penembakan di Jayapura sepanjang 2009 - 2011, penembakan di Puncak Jaya, rentetan penembakan di areal konsesi Freeport dan penembakan terhadap Terjolih Weyah yang tertembak di samping Koramil Abepura pada 1 Mei 2012, sekitar pukul 18.00 WIT.
“Dari semua penembakan di Papua sejauh ini aparat keamanan belum pernah mengungkap dan memproses pelakunya secara hukum. Justru sebaliknya, kesimpulan yang selalu diambil ialah kelompok sipil bersenjata, kalaupun ditemukan peluru yang ditemukan dalam tubuh korban selalu saling menyangkal dan melempar diantara dua institusi Kepolisian RI dan TNI,” jelas Koordinator Aktivis Ham Papua Markus Haluk melalui pesan elektroniknya kepada Tribunnews.com di Jayapura Rabu (30/5/2012)
Menurut Markus , demikian pula dengan korban kekerasan pada 19 Oktober 2012 saat rakyat bangsa Papua menyelengarakan Kongres Papua III, lagi-lagi pelaku pelanggaran HAM belum disentuh serta diproses hukum sampai dengan saat ini.
" Inpunitas terhadap aparat keamanan Republik Indonesia (Polisi dan TNI) adalah fakta yang tidak dapat disangkal dalam berbagai peristiwa kekeran di tanah Papua. Justru sebaliknya, warga sipil di tanah Papua senantiasa dikambing hitamkan oleh aparat keamanan sebagai pelaku kekerasan,"katanya.
Lebih jauh dari itu, Markus berharap bahwa penembakan terhadap tuan Djetmar Pieper Helmut (55), bukan untuk bermaksud memberikan tekanan teror terhadap warga asing untuk mengunjungi Papua. Sebab, selama ini pemerintah Republik Indonesia tidak membuka akses bagi jurnalis asing, diplomat, anggota parlemen/senator serta pekerja hak asasi manusia untuk mereka mengunjugi tanah Papua.
"Sebaliknya, disaat yang sama bagi rakyat bangsa Papua, tidak pernah melarang komunitas internasional untuk berkunjung ke tanah Papua dan justru mereka selalu menyambut dengan tangan terbuka," ujarnya.
Apakah ini sebagai balasan atas suara kritis wakil pemerintah Jerman atas situasi Hak Azasi Manusia di Papua dalam pelaksanaan sidang XIII Komisi HAM PBB di Jenewa pada 25 Mei 2012, dimana pada kesempatan tersebut pemerintah RI dievaluasi oleh negara-negara anggota Komisi HAM PBB atas kebijakan HAM selama selama 4 tahun silam 2008-2012.
Baca juga: