News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Gubernur Bali

KPU Badung Cegah Kubu Puspayoga-Sukrawan Ikut Pleno

Penulis: Y Gustaman
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Badung, Bali, dituding mengerahkan aparat kepolisian melarang tim asistensi saksi pasangan calon Puspayoga-Sukrawan dalam rapat pleno rekapitulasi suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali.

"Rapat Pleno KPU Kabupaten Karangasem, para teradu II sampai memerintahkan aparat kepolisian yang berjaga di pintu luar untuk melarang tim asistensi saksi pengadu (Puspayoga-Sukrawan)," ujar kuasa hukum Donny Tri Istiqomah di sidang DKPP, Jakarta, Jumat (7/6/2013).

Menurut Donny, padahal saat itu, saksi pengadu yang bertugas mau menunjukkan perbedaan selisih penghitungan suara untuk masuk ke dalam rapat pleno. Tapi saksi pengadu lumpuh karena tidak didukung asistensi data.

"Tindakan ini sebenarnya merupakan bentuk “pembukaman paksa”yang dilakukan para teradu II terhadap saksi pengadu (yang juga melampirkan bukti P-3, P-4, P-5, P-6)," terang Donny lagi.

Menurutnya, saat itu alasan para teradu I, II, III, dan IV menolak melakukan penghitungan ulang surat suara di tingkat KPPS (Lampiran C1-KWK.KPU) seragam seperti telah diskenariokan sebelumnya, dengan bertahan pada satu pendapat bahwa tidak ditemukan adanya keberatan di lembaran saksi dalam sertifikat rekapitulasi penghitungan suara di tingkat PPK.

Sehingga menurut mereka tidak diperlukan lagi mengadakan penghitungan ulang surat suara. Tapi, seharusnya para teradu tak boleh menutup mata ketika pengadu menemukan fakta hukum adanya selisih suara yang berakibat hilang dan berkurangnya suara pengadu di tingkat PPS dan PPK karena fakta hukum pengadu didasarkan pada Lampiran C1-KWP-KPU sebagai dokumen otentik yang mendasari lahirnya rekapitulasi berjenjang di atasnya.

Upaya kubu pasangan calon 1 agar KPU kembali sekali lagi mencoba meminta pengecekan atau penghitungan ulang surat suara dengan cara membuka kembali Lampiran C1-KWK.KPU melalui Rapat Pleno KPU Provinsi Bali tanggal 26 Mei 2013. Namun mereka beralasan sama.

"Tindakan demikian membuat Rapat Pleno KPU tidak dapat lagi dinyatakan pleno rekapitulasi, melainkan sebatas plenolegalisasi karena tidak mengindahkan adanya perbedaan dan selisih suara, sehingga harus dinyatakan batal dan tidak mengikat secara hukum karena cacat hukum," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini