Laporan Wartawan Pos Kupang, Novemy Leo
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Siapa sangka kefanatikan Oma Santje Selmy Sjioen (81) terhadap Esthon Foenay, kandidat Gubernur NTT 2013, berujung pada kematiannya. Entah kebetulan atau tidak, setelah membaca surat kabar yang memberitakan soal kekalahan Esthon dalam sidang gugatannya terhadap KPU NTT di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, istri dari I Nyoman Ardi Suwena (alm) ini langsung stres dan enggan makan. Hal ini membuatnya sakit dan akhirnya meninggal dunia, Senin (1/7/2013) sore.
Kepada anak tunggalnya, Margaretha alias Mama Ita, Oma Sjioen mengatakan, "Saya stres, Esthon sudah kalah," kata Mama Ita mengenang perkataan Oma Sjioen kepadanya beberapa minggu lalu.
Ditemui Pos Kupang (Tribunnews.com Network) di rumah duka di Kelurahan Naikoten 2 Kupang, Rabu (3/7/2013) malam, Mama Ita dan suaminya, Ebi Ralahallo, mengenang keberadaan Oma Sjioen.
Menurut Mama Ita, hingga umur 81 tahun, mamanya tidak pernah mengeluh sakit, paling hanya kecapean. Makan minum pun tidak rewel. Aktivitas di gereja, kelurahan, Koperasi Cendana dan paduan suara, selalu dijalani buyut dari 10 cicit ini. Bahkan Oma Sjioen rajin membaca koran dan mencari berita-berita politik.
Tokoh politik yang paling disenangi Oma Sjioen adalah Esthon Foenay. Karenanya, berbagai informasi dan berita soal Esthon Foenay, terlebih saat Pilgub NTT putaran pertama dan kedua selalu dicarinya.
"Kami tidak langganan koran, tapi setiap hari Oma Sjioen berjalan kaki ke rumah tetangganya, Andi Dies Viera dan Mama Ita hanya untuk bisa meminjam dan membaca koran. Yang dicari Oma Sjioen hanya informasi soal Esthon. Oma memang fanatik dengan Esthon," kata Mama Ita.
Mama Ita menambahkan, Oma Sjieon mulai sakit sejak tahu Esthon kalah di MK. Sejak itu Oma Sjioen tidak mau makan, jarang makan, akhirnya jatuh sakit. Oma lebih banyak hanya minum teh dan makan biskuit. Setelah sakit barulah kami paksakan Oma makan bubur.
"Saya berpikir apa Oma sakit akibat stres karena Esthon kalah atau karena memang dia sudah tua dan sakit. Saat oma stres karena Esthon kalah, saya bilang, oma jangan pikir itu, oma harus sembuh. Tapi Tuhan berkehendak lain," cerita Mama Ita.
Mama Ita mengatakan, sebelum meninggal, mereka sempat berdoa bersama oma. Saat hendak membawa oma ke rumah sakit, mobil baru datang, oma sudah pergi.
Sementara itu, Bapa Ebi mengatakan, Oma Sjioen terkenal disiplin, tegas serta rapi dalam berbusana. Sehari sebelum kematiannya, Bapa Ebi mengajak Oma Sjioen ke rumah sakit tapi ditolak.
"Katanya, nanti setelah perjamuan tanggal 5 saja. Karena kata oma kalau ke rumah sakit dan diopame nanti oma tidak bisa ikut perjamuan di gereja," kata Bapa Ebi.
Oma Sjioen memang terkenal rapi dalam berbusana, karenanya warga setempat menjuluki Oma Sjioen sebagai 'Lady Gaga' Naikoten 2.
"Kalau berbusana, Oma Sjion paling rapi mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Waktu muda oma itu penjahit pakaian pengantin dan merias wajah," kenang Bapa Ebi.
Pendeta Nensi, cucu Oma Sjioen mengatakan, empat hari lalu, oma memberinya buku kidung jemaat dan buku nyanyian rohani.
"Katanya, oma tidak bisa baca lagi dan saya disuruh bawa buku itu ke Amfoang, tempat tugas saya," kata Pendeta Nensi.
Para staf Kelurahan Naikoten 2 Kupang juga sangat kehilangan sosok Oma Sjioen yang kritis dan baik hati. Setiap pertemuan di kelurahan, Oma Sjioen selalu memberi kritik dan masukan terhadap program kelurahan. Bahkan oma paling tepat waktu, setengah jam sebelum acara, wanita kelahiran 17 Februari 1932 itu pasti sudah ada.
Kini para staf Kelurahan Naikoten 2 tidak akan lagi menerima bingkisan kue Khong Guan di kaleng besar. "Setiap bulan setelah menerima uang pensiun, Oma Sjion ke kantor membawa satu kaleng besar biskuit Khong Guan dan akan bercerita dengan kami. Kami akan merindukan hal itu," kata Desiree, staf kelurahan.