Laporan Wartawan Tribun Jateng, Yayan Isro
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Terdakwa kasus penimbunan ratusan ton bahan bakar minyak (BBM) ilegal jenis solar, Siti Wororini alias Pipit, divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Senin (2/9/2013).
Oleh majelis hakim yang diketuai Kisworo, Pipit dinilai melanggar Pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
"Dia terbukti bersalah sesuai dakwaan Jaksa. Oleh karenanya majelis hakim menjatuhkan vonis tiga bulan hukuman, dan denda Rp 10 juta," kata Kisworo, saat ditemui usai sidang.
Putusan mejelis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ardiyanto. Dalam sidang yang sama, sebelumnya, Jaksa menuntut Pipit hukuman dua tahun enam bulan penjara, dan denda Rp 20 miliar.
Sementara, dalam UU Nomor 22 tahun 2001, bagi siapa yang melanggar Pasal 55 diancam hukuman penjara maksimal enam tahun, dan denda maksimal Rp 60 miliar. Disinggung mengenai ringannya vonis yang dijatuhkan, Kisworo mengatakan, mejelis hakim mempunyai pertimbangan tersendiri, dan kewenangan untuk memutus.
Oleh karena itu, bila ada pihak yang tidak puas, pihaknya mempersilakan untuk mengajukan banding. "Kalau ada pihak yang tidak puas (baik dari pihak terdakwa atau Jaksa), silahkan mengajukan banding ke PT," ujar dia.
Ditemui usai sidang, Jaksa belum mengambil keputusan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Masih ada waktu satu minggu untuk menimbang keputusan ini. "Masih kami pikirkan," ujar Ardiyanto.
Pakar hukum pidana Universitas Negeri Semarang (Unnes), Ali Masyhar, mengatakan ada yang janggal dalam proses putusan kasus ini. Sebab, tuntutan dan putusan dilangsungkan dalam sidang yang waktunya bersamaan.
"Normalnya, usai sidang tuntutan masih ada proses sidang selanjutnya, yakni pledoi dari terdakwa, kemudian replik (tanggapan jaksa atas pledoi), selanjutnya duplik (tanggapan terdakwa atas replik), baru kemudian keputusan," katanya.
Meski proses itu bisa dipersingkat, misalnya tidak adanya pledoi, replik dan duplik, biasanya antara sidang tuntuan dan putusan paling tidak memakan waktu seminggu. Ditambahkannya, dalam kasus maling ayam saja, jarang sekali sidang tuntutan terjadi dalam satu waktu dengan sidang putusan.
"Apalagi ini sidang kasus migas yang tentu kasusnya lebih rumit," sambungnya.
Dengan kejanggalan ini, tidak heran jika nantinya ada pihak-pihak yang mempertanyakan keputusan ini. Misalnya, ada yang mengira bahwa keputusan ini merupakan desain, yang sudah dirancang sebelumnya.
Kasus ini bermula saat tim dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Mabes Polri melakukan penggerebekan gudang penimbunan BBM di Jalan Sawahbesar XIII, Kaligawe, Gayamsari, Semarang, 16 April silam.