Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM NUNUKAN, Sejumlah kalangan di Nunukan menuding statemen Bupati Nunukan Basri mengenai pengangguran di Nunukan, tidak didasarkan pada fakta sebenarnya di lapangan. Argumentasi Basri yang menyebutkan tingginya angka pengangguran di Nunukan karena kiriman dari luar daerah, terutama eks tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dideportasi dari Sabah, Malaysia, tak didukung data yang akurat.
Kalangan lembaga swadaya masyarakat, tokoh pemuda dan anggota DPRD Nunukan juga menyayangkan pernyataan Bupati yang meragukan data Badan Pusat Statisik (BPS) dan menyebut pengangguran di daerah ini disebabkan karena kemalasan.
Soal pernyataan Basri yang menyebutkan pengangguran di Nunukan merupakan eks TKI, terbantah dengan sendirinya dari data deportasi yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Nunukan. Dari data diketahui, pada 2010 jumlah TKI yang dideportasi mencapai 1.878 pria dan 444 wanita. Pada 2011 mencapai 2.696 pria dan 684 wanita. Sedangkan pada 2012 mencapai 2.307 pria dan 669 wanita.
Sementara menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat pengangguran di Kabupaten Nunukan mencapai 10.802 jiwa pada 2010, meningkat menjadi 14.686 jiwa pada 2011 dan mencapai 18.928 jiwa pada 2012.
Jika diasumsikan 100 persen TKI yang dideportasi menetap dan menjadi pengangguran di Nunukan, angkanya justru jauh lebih kecil dibandingkan peningkatan jumlah pengangguran dari tahun ke tahun.
“Faktanya setiap terjadi deportasi, sebagian besar TKI memilih kembali ke Malaysia dengan melengkapi dokumen mereka. Sebagian kecil memilih pulang kampung dan segelintir memilih menetap di Nunukan, karena ada lapangan kerja yang tersedia. Jadi mereka menetap di Nunukan karena bekerja bukan sebagai pengangguran,” ujar Indrasasmita Anshori, Pengamat Politik dan Kebijakan Publik di Nunukan.
Pernyataan Basri tersebut hanya untuk mengalihkan tanggungjawabnya untuk membuka lapangan pekerjaan seperti yang menjadi komitmen politiknya saat kampanye Pemilukada Nunukan 2011.
“Karena tak mampu membuka lapangan pekerjaan baru, Basri justru menyalahkan masyarakat dengan menyebut mereka malas. Dengan menyebut pengangguran ini bukan warga Nunukan, tapi eks TKI,” katanya.
Seharusnya, Bupati menjelaskan kepada publik mengenai langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah untuk penciptaan lapangan pekerjaan. Bupati juga harus menjelaskan mengenai langkah yang dilakukan kedepan untuk menurunkan tingkat pengangguran. Bukan dengan melepaskan tanggungjawabnya sebagai kepala daerah.
“Misalnya selama dia menjabat, berapa investasi yang masuk? Berapa serapan tenaga kerja dari bergeraknya industri di daerah ini?” ujarnya.
Namun yang terjadi, Pemerintah Gerbang Emas justru tak punya konsep yang jelas untuk menciptakan lapangan kerja baru di daerah ini.
“Kalau cuma disuruh menanam rumput laut, disuruh berkebun, tanpa disediakan lahan yang cukup, tanpa disiapkan modal usaha, tanpa market yang memadai, lantas apa tanggungjawab pemerintah?” ujarnya.
Dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Kalimantan Utara, Kabupaten Nunukan juga menduduki peringkat pertama persentase tingkat pengangguran. Kabupaten Nunukan berada pada posisi tertinggi dengan tingkat pengangguran mencapai 11,83 persen, diikuti Kabupaten Malinau 9,23 persen, Kabupaten Bulungan 8,90 persen, Kabupaten Tana Tidung 8,80 persen serta Kota Tarakan 8,26 persen.