TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adagium "meski anjing menggongong, kafilah tetap berlalu", tampak tepat mengiaskan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) sepeninggal ketuanya, Akil Mochtar.
Sang ketua, kini sudah dinonaktifkan karena tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dijadikan tersangka kasus suap penanganan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).
Namun, hakim-hakim MK lainnya tetap menegaskan tidak ada pengunduran jadwal sidang-sidang putusan dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah.
Bahkan, pada Jumat (4/10/2013) pekan lalu, Hakim Konstitusi Harjono menegaskan sidang putusan sengketa pemilihan gubernur Jawa Timur tetap dihelat pada Senin (7/10/2013) hari ini.
"Tidak ada (perubahan jadwal). Sampai saat ini karena sudah di-take over (diambil alih) mengenai persoalan itu, agar segera (diputuskan) sesuai dengan jadwal," ujar Harjono.
Dalam sidang-sidang sengketa Pilgub Jatim sebelumnya, Akil Mochtar menjadi ketua panel hakim. Dua anggota panel lainnya adalah, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.
Harjono mengatakan, mekanisme pengambilan keputusan dalam sidang putusan Pilgub Jatim tetap seperti semula meski minus Akil. Hasil dari persidangan panel hakim, kemudian diserahkan dalam rapat pleno hakim untuk diputuskan.
Dengan demikian, secara otomatis rapat pleno hanya diiikuti oleh delapan hakim. Namun, pendapat Akil tetap disertakan karena sudah termuat dalam persidangan sebelumnya.
"Dia periksa (PHPU Jawa Timur) sore (Rabu 2/10/2013) kemudian ditangkap. Meskipun Pak Akil tidak memberi pendapat secara formal (dalam rapat pleno hakim), tapi kan sudah ada pembicaraan dulu sebelum itu," tukas Harjono.
Tetap Jadi Soal
Otto Hasibuan, pengacara Khofifah Indar Parawansa, juga membenarkan bahwa sidang putusan sengketa Pilgub Jatim tetap digelar pada Senin hari ini, sekitar pukul 15.30 wib.
Namun, Otto menilai sidang putusan ini tidak menutup kemungkinan bakal menimbulkan persoalan baru. "Apapun putusannya, bisa dipersoalkan kedua pihak," tuturnya, Senin pagi.
Ia menjelaskan, komposisi panel hakim yang hanya berjumlah 8 orang bisa membuat persidangan dicap tak sah secara hukum beracara MK.
"Sebab, tidak ada putusan pengadilan dihasilkan oleh majelis hakim yang jumlahnya genap. Semua majelis hakim selalu berjumlah ganjil. Tapi kalau akil tetap dilibatkan, meski hanya berupa opini yang sudah dibuatkan, secara moral patut dipertanyakan," tandasnya.