TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Para pedagang di sekitar Gunung Tangkuban Parahu, mengaku merasa dirugikan karena meningkatnya aktivitas vulkanik gunung tersebut.
Terutama, pedagang yang menjajakan jualannya di lokasi Kawah Ratu maupun pintu masuk Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu.
Menurut salah seorang pedagang yang berjualan di sekitar pintu gerbang, Riki Rustandar, sejak Gunung Tangkuban Parahu ditutup untuk kunjungan wisatawan, warungnya sepi pembeli.
"Jelas sangat menurun drastis. Sejak ditutup jadi sepi pembeli," kata Riki saat ditemui di warungnya, Selasa (8/10/2013).
Riki yang sudah berdagang selama 17 tahun di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu ini mengaku, penurunan omzet mencapai 90 persen. Jika dalam satu hari pada akhir pekan ia mampu meraup untung hingga Rp 600.000, sejak ditutupnya gunung yang terkenal dengan Legenda Sangkuriang itu, ia hanya mampu mengantongi untung sebesar Rp 50 ribu.
Itu pun hanya dari petugas perusahaan pengelola dan juga beberapa wartawan yang meliput. "Saya sih berharap statusnya segera turun biar pengunjung bisa banyak lagi," ujarnya.
Menurut Riki, bukan hanya dia yang mengalami kerugian. Hampir seluruh pedagang di Tangkuban Parahu yang ternyata berasal dari satu desa yaitu Desa Cikole, Kecamatan Lembang, juga mengalami hal yang sama. "Tidak ada usaha lagi selain berdagang karena kami menggantungkan hidup dari Tangkuban Parahu," ucapnya.
Namun, Riki tidak memungkiri jika ada rasa cemas dalam dirinya. Ia mengaku takut dan waswas jika sewaktu-waktu Gunung Tangkuban Parahu meletus hebat.
Selain itu, gas beracun yang keluar dari dalam Kawah Ratu juga menghantui sebagian pedagang. "Hati selalu berdebar-debar setiap hari," akunya.