Laporan Wartawan Banjarmasin Post Nurholis Huda
TRIBUNNEWS.COM, MARTAPURA - Kekeringan akibat kemarau panjang, membuat derita para petambak ikan di Kabupaten Banjar. Sejumlah petambak terancam bangkrut, karena air sebagai sumber kehidupan ikan di kolam mereka mulai kering.
Pasalnya, debit air di irigasi yang biasa digunakan untuk mengairi kolam kini tidak lagi bisa disedot. "Ketinggian air irigasi hanya sebatas mata kaki, dan sulit disedot ke kolam," ungkap Rido, petambak di Cindai Alus, Minggu (13/10/2013).
Kondisi itu membuat pusing tujuh keliling para petambak, termasuk Rido. Pemilik kolam seluas satu hektare itu mengaku banyak merugi akibat sulitnya memperoleh air. Dia bahkan mengaku dalam sehari, lima kilogram ikan nila peliharaannya mati.
"Bila saya hitung ada sekitar 200 ikan di kolam yang mati. Itu per harinya saja," sungut Rido.
Itu baru milik Rido. Padahal, di kawasan Cindai Alus ada banyak petambak. Jika diakumulasikan setiap harinya ribuan ikan milik petambak di kawasan itu mati sia-sia akibat ketidaan air.
Sabtu (12/10/2013) pekan lalu, seharusnya Rido panen ikan. Namun, karena air tak bisa lagi disedot dari irigasi membuatnya gagal panen. Terpaksa dia merotasi air di petakan-petakan kolam yang ada agar sirkulasi air tetap terjaga.
"Itu salah satu cara bertahan dengan merotasi air di kolam. Tapi ini hanya berlangsung selama seminggu. Bila lebih, banyak ikan yang stres dan akhirnya mati," ujarnya.
Apalagi, sebut dia, ikan nila hidup di air mengalir. Jika kondisinya tetap seperti itu, bukan nila saja yang mati tetapi juga mengancam semua ikan termasuk lele dan patin.
"Mudah-mudahan saja debit di air irigasi kembali naik, dan hujan segera turun. Kalau seperti ini terus saya bisa bangkrut!" cetus Rido.
Dikin, penambak lainnya di Cindai Alus mengatakan, kekeringan air irigasi membuatnya harus putar otak. Agar ikannya di tambaknya tetap hidup, dia menyiasati dengan mengaliri kolam dengan air sumur.
"Harus bagaimana lagi, air irigasi kering. Terpaksa kami pakai air sumur agar ikan tak banyak mati," ucapnya.