TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - DPD Real Estate Indonesia (REI) Jabar, keberatan atas sanksi terhadap pelanggaran aturan soal kewajiban membangun hunian berimbang 1, 2, 3.
Hunian berimbang 1,2,3 adalah komposisi antara pembangunan rumah mewah, rumah sederhana, dan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Pemerintah harus pertimbangkan lagi," ujar Ketua DPD REI Jabar, Yana Mulyana, ketika dihubungi Tribun , Minggu (15/12).
Jika pengembang membangun satu rumah mewah, ia wajib membangun dua rumah sederhana dan tiga rumah MBR. Menurut Yana, aturan itu bakal menemui kendala. Pertama, kesulitan mendapat lahan di kota yang sama.
"Misalnya, saya membangun hunian satu di Kota Bandung. Di mana saya bisa bangun (hunian) tiganya di Kota Bandung? Itu sebabnya, kami usulkan supaya bisa membangun di kota atau kabupaten berbeda tetapi masih satu provinsi," katanya.
Yana memisalkan apabila hendak membangun 500 unit rumah mewah, ia pun harus mencari lahan membangun rumah 1.500 MBR. Selain, itu ucapnya sulit menemukan harga tanah yang lebih murah di kota yang sama. Karena harga rumah MBR dipatok pemerintah, para pengembang harus mencari tanah dengan standar harga tertentu agar tidak kelebihan biaya alias merugi.
Menurutnya, usulan ini memang sulit berlaku di DKI Jakarta. Namun, Yana mengharapkan menjadi lintas provinsi demi menjaga daya saing pengusaha rumah MBR Jabar. Kalau perusahaan besar membangun hunian satu di Ibu Kota lalu membangun hunian tiga di luar Jakarta, ucapnya, pasti meluber ke Jabar dan Banten.
"Bila bisa lintas provinsi, teman-teman bisa menjerit. Satu perusahaan besar bisa bangun ribuan unit MBR. Harga bisa jatuh, rumah MBR teman-teman sulit terjual dan merugi," ujar Yana.
Ia menyatakan pemerintah pun perlu mempertimbangkan agar aturan itu tidak berlaku untuk satu perusahaan tapi berupa kerja sama silang antara pengembangan besar dan kecil. "Jika perusahaan 'gajah' bangun rumah mewah, pasti hunian tiganya bisa dijual dengan harga pokok," ujarnya.
Alasannya, pengembang besar hanya memenuhi syarat untuk membangun hunian tiga daripada kena sanksi tapi modal kembali. Efeknya, hunian tiga yang mereka bangun justru bersaing dengan rumah MBR dari pengembang kecil.
"Harga pun bisa jumping. Perusahaan 'gajah' bangun dengan total biaya Rp 80 juta, dia pun jual Rp 80 juta tetapi teman-teman menjual dengan harga Rp 100 juta. Jelas, teman-teman kalah bersaing," katanya.
Karena itu, imbuhnya perlu dikerjasamakan. Perusahaan besar yang membangun rumah mewah tapi pengembang kecil yang membangun rumah MBR. Yana mengatakan perusahaan besar bisa membantu menyediakan tanah pembangunan hunian tiga.
"Teman-teman ganti setelah pembangunan berjalan," ujarnya.
Itu, ucapnya, membantu menstimulus pengembang rumah MBR di REI Jabar. Ia menyebutkan 80 persen anggota REI Jabar membangun rumah MBR. Tahun depan, REI Jabar menargetkan pembangunan 80.000 rumah MBR menyusul kenaikan batas maksimal harga rumah MBR menjadi Rp 105 juta per unit.
Akhir pekan lalu, Deputi Bidang Pengembang Kawasan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), Agus Sumargiarto, mengatakan akan mengawasi pelaksanaan peraturan hunian berimbang. Para pelanggar aturan itu bisa dikenai sanksi denda hingga Rp 20 miliar. (tom)