Laporan Wartawan Surya, Doni Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, MAGETAN - Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) mengusulkan biaya nikah yang selama ini ditetapkan Rp 30.000 dinaikkan menjadi Rp 400.000. Usulan tersebut sudah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan diharapkan Februari 2014, tarif baru tersebut sudah diberlakukan.
"Biaya sebesar itu untuk transportasi, jasa taukil wali, khotbah nikah dan doa, itu bila masyarakat menghendaki penghulu datang ke rumahnya," kata Wagimun AW, Ketua Umum APRI kepada Surya, Sabtu (28/12/2013).
Dikatakan Wagimun, sesuai Tugas Pokok dan Posisi (Tupoksi), penghulu hanya mengawasi, mencatat dan melaporkan perkawinan di KUA. Sedang ijab qobul, doa dan khotbah nikah diserahkan kepada masyarakat atau siapa yang mewakili.
"Kalau selama ini ada penghulu memimpin ijab qobul, doa dan khotbah nikah, itu semata permintaan masyarakat dan itu di luar tugas penghulu, karena tugas penghulu yang sebenarnya hanya mengawasi, mencatat dan melaporkan terjadinya perkawinan di wilayahnya saja," ujar Wagimun.
Menurut Wagimun, regulasi payung hukum tentang biaya pencatat nikah dan jasa profesi penghulu usulan APRI sebesar Rp 400.000 itu sudah di meja Menteri Agama dan akan diserahkan kepada Presiden SBY.
"Setelah draf itu ditandatangani Presiden menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Insya Allah biaya nikah itu akan bisa diberlakukan mulai Februari 2014 mendatang," kata Wagimun yang juga Kepala KUA Takeran, Kabupaten Magetan.
Biaya nikah sebesar Rp 400.000 itu tidak berlaku bagi warga yang membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) karena warga miskin dibebaskan dari biaya pencatat nikah dan jasa profesi penghulu.
"Dengan biaya yang diusulkan APRI itu, penghulu bisa dengan tenang melayani masyarakat tanpa dihantui dengan pungli dan gratifkasi yang berujung pada dakwaan korupsi," kata Wagimun.
Masalah ini timbul setelah penangkapan Romli, Kepala KUA Kota Kediri oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) dengan sangkaan gratifikasi dan pungli. Kasus itu kini masih dalam proses hukum untuk di sidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Sejak kejadian itu, KUA se-Indonesia sepakat menolak menikahkan masyarakat di luar KUA. Padahal sebelumnya, penghulu diizinkan menikahkan masyarakat di luar KUA. Bahkan Kementerian Agama (Kemenag) mengharuskan KUA bisa memberikan layanan prima kepada masyarakat, salah satunya dengan melayani undangan pernikahan di luar KUA.
"Dengan usulan APRI ini, penghulu yang tergabung di dalamnya sepakat mendukung KPK dan perangkat hukum lain dalam pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih dan terbentuknya pemerintahan, khususnya Kementerian Agama yang bersih dan berwibawa," kata Wagimun.