TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Sejak Minggu (19/1/2014) pagi, empat hari usai banjir bandang menyapu Kota Manado, para korban mulai bisa merasakan sedikit kelegaan di hatinya. Cuaca sangat cerah sehingga mereka bisa pulang ke rumah untuk menyingkirkan lumpur dan membersihkan perabot rumah tangga yang masih bisa digunakan.
Rasa lelah, mengantuk terpancar dari wajah mereka. Namun dorongan untuk bangkit dari keterpurukan akibat bencana mampu mengalahkan rasa lelah dan kantuk itu. Mereka mengangkat lumpur dari rumah dan ditumpuk di pinggir-pinggir jalan.
Mereka juga membersihkan dan menjemur perabot rumah tangga seperti sofa, spring bed dan meja yang masih bisa digunakan. Sementara perabot yang sudah rusak, ditumpuk di pinggir jalan agar segera diangkut petugas kebersihan yang menyisir ke jalan-jalan di kawasan banjir.
Seperti tak kenal lelah, laki-laki, perempuan, tua muda dan bahkan anak-anak bahu-membahu 'membangun' kembali rumah mereka yang terendam banjir. Sementara korban yang rumahnya hanyut tetap memilih tinggal di kamp pengungsian.
Sementara banyak ibu mencuci pakaian di pinggir jalan di Karombasan. Mereka membawa pakaian penuh lumpur dan mencucinya di tempat itu. Kebetulan dari bawah aspal muncul air bening sehingga mereka manfaatkan untuk mencuci pakaian yang terendam banjir. Semangat bangkit terpancar dari mereka.
Sejumlah mini market dan warung-warung makan juga mulai buka. Warga pun bisa membeli keperluan yang dibutuhkan. Warga juga sudah berhitung untuk pindah rumah. Seperti warga yang tinggal di Kelurahan Ternate Baru, Kecamatan Singkil, Manado merupakan wilayah yang sering terkena banjir. Pada bulan Februari 2013, Kampung Ternate ini juga terkena banjir.
"Memang langganan banjir, tapi tidak separah tahun ini. Ini rumah langsung hancur, barang-barang semua hanyut disapu banjir," kata seorang warga Kelurahan Ternate Tanjung, Kecamatan Singkil, Kartini kepada Tribun Manado (Tribunnews.com Network) kemarin.
Kartini mengaku lebih menyukai pindah tempat daripada mempertahankan tinggal di lokasi rumahnya yang selalu terkena bencana banjir. Namun ia tak tahu harus pindah ke mana, dan tentunya memulai dari nol.
"Kalau ada tempat untuk pindah, kita pasti pindah. Siapa yang suka setiap tahun kena banjir begini. Ijazah anak-anak hilang semua. Semua barang dibawa sama arus. Tapi masalahnya mau pindah ke mana?" ujarnya.
Bukan hanya Kartini, seorang warga lainnya, Arman juga menuturkan hal yang sama. Ia mengaku lebih suka pindah lokasi bila ada tempat untuknya dan keluarganya pindah.
"Setiap hujan besar, pasti tidak tidur karena menjaga jangan sampai banjir. Kalau ada tempat mungkin kita lebih suka pindah," ucap Arman.