TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Derita Afifatul Aliyah (8), siswi kelas tiga, MI Dadapayam, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang belum berakhir. Setelah kehilangan tangan kiri dan kaki kiri hingga bagian lutut, anak Parjan (43) dan Damiah (42) ini masih harus menahan sakit lantaran luka-lukanya yang belum sembuh.
Ironisnya, Fatul hanya mendapatkan perawatan alakadarnya di rumah. Keluarganya sudah tidak mampu untuk membiayai pengobatannya di rumah sakit.
Terakhir Fatul menjalani perawatan di sebuah rumah sakit pemerintah dengan fasilitas Jamkesda. Namun sejak 30 Desember 2013 lalu, kuota Jamkesda-nya habis sehingga Fatul harus dirawat dengan biaya secara mandiri.
"Terpaksa Fatul kami bawa pulang. Sebab untuk menunggunya saja selama penyembuhan saya harus meninggalkan pekerjaan, sementara perawatan akan berlangsung berapa lama saya tidak tahu," kata Parjan, Kamis (6/3/2014) siang.
Sebagai buruh tani, Parjan sudah berupaya maksimal untuk menyembuhkan sakit putrinya. Namun dengan penghasilan yang pas-pasan, ia tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, karena tidak bisa lagi leluasa bekerja ketika Fatul menjalani perawatan di rumah sakit.
Untuk berikutnya, dia tidak tahu darimana akan mendapatkan biaya perawatan putrinya. Ia berharap ada dermawan yang mau membantunya.
"Alhamdulillah sudah mulai ada yang membantu. Kemarin ada bantuan dari Bazis Rp 3 juta, Depag Rp 1,25 juta dan bapak Wakil Bupati datang langsung ke rumah menyerahkan bantuan Rp 1 juta. Rencananya setelah uang terkumpul, kami akan membawa Fatul ke rumah sakit lagi sampai lukanya benar-benar sembuh," ungkapnya.
Panjat Pohon
Menurut Emi (16), kakak korban, peristiwa naas yang membuat adiknya harus kehilangan tangan kiri dan kaki kirinya itu bermula Jumat, 13 Desember 2013 lalu.
Saat itu, sepulang sekolah Fatul memanjat pohon kersen atau talok yang tumbuh di halaman rumah tetangganya sambil membawa galah dari alumunium. Satu-per satu buah kersen yang sudah matang berwarna merah cerah ia dapat.
Namun, saat ia mengayunkan galahnya ke arah yang banyak buahnya, dalam waktu yang bersamaan terdengar suara letusan seperti bunyi petasan disertai kepulan asap putih yang hampir menutup pandangan rindangnya pohon kersen itu.
"Ternyata genter (galah) si Fatul lah yang telah menyentuh jaringan listrik itu, sebagai penghubung setrum bertegangan tinggi sampai ke tubuh keringnya juga ke seluruh bagian pohon," kata Emi.
Sejurus kemudian, kata Emi, terlihat Fatul tak bersuara lagi, namun seluruh tubuhnya bergetar, meregang merasakan sakit yang tak terkirakan. Kemudian Fatul dilarikan ke RSUD Salatiga untuk diberikan pertolongan pertama.
Selang tiga jam di sana, keluarga sangat mengkhawatirkan kondisi Fatul mendesak pihak RSUD Salatiga agar segera merujuk ke RSUP Kariadi Semarang. Namun karena ruang isolasi di RSUP Kariadi penuh, akhirnya Fatul dirujuk ke RS Panti Wiloso Semarang.
"Selama dua hari di ruang isolasi RS Panti Wiloso, Fatul diamputasi tangan kirinya habis biaya Rp 22 juta. Karena kondisi keluarga tidak mampu, kami disarankan dari pihak RS supaya dirujuk ke RSUP Kariyadi agar nantinya bisa dibantu dengan Jamkesda," ungkap Emi.
Akhirnya Fatul bisa dirujuk ke RSUP Kariyadi dengan fasilitas kartu Jamkesda. Di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah itu, Fatul dirawat selama seminggu, termasuk juga tindakan operasi amputasi pada kaki kirinya.
Namun karena keterbatasan kuota anggaran jamkesda, Fatul sejak 30 Desember 2013 sudah harus membayar secara mandiri.
Terpisah, Wakil Ketua Badan Pelaksana BAZIS, H Munashir mengatakan, pihaknya beberapa waktu lalu sudah menyerahkan bantuan untuk Fatul bersama dengan perwakilan dari Kemenag dan Wakil Bupati Semarang Warnadi.
Selain memberikan santunan kesehatan, BAZIS juga siap memberikan bantuan kaki dan tangan palsu untuk Fatul.
"Untuk selanjutnya bila dirasa kondisinya sudah sehat, Bazis siap membantu memberikan kaki dan tangan palsu untuk Fatul," kata Munashir.