TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung memvonis terdakwa kasus suap pengurusan perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung yang juga mantan sekda Kota Bandung, Edi Siswadi (Edisis), dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Hal itu diputuskan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (24/4/2014).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Edi Siswadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara 8 tahun dan denda Rp 500 juta, subsider 3 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Nur Hakim SH MH, saat membacakan amar putusannya, Kamis (24/4).
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan bagi terdakwa Edisis adalah sebagai pejabat tidak memberikan contoh baik bagi bawahannya dan masyarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, terdakwa juga telah merusak citra peradilan dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya, bersikap sopan selama persidangan, dan turut menjadi justice collaborator pada perkara ini," kata Nur Hakim.
Menurut Nur, terdakwa terbukti melanggar dakwaan kesatu primer Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua primer Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dan ketiga primer pertama Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat(1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas putusan majelis hakim tersebut, terdakwa Edisis maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Seusai persidangan, Edisis sendiri enggan menanggapi vonis tersebut. Pria berkulit putih itu menyarankan kepada wartawan agar menanyakannya pada kuasa hukumnya.
Faturachman SH, kuasa hukum Edisis, menilai vonis delapan tahun penjara itu cukup berat bagi kliennya. Menurut Faturachman, majelis hakim terlalu mengakomodasi tuntutan jaksa penuntut umum.
"Klien kami itu hanya mengakui kasus suap yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung sesuai dakwaan pertama. Kalau kasus suap yang terjadi di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat, klien kami nggak ikut-ikut. Sebab saat itu klien kami sudah mengundurkan diri sebagai sekda Kota Bandung," kata Faturachman.
Menurut Faturachman, Edisis mengundurkan diri sebagai sekda Kota Bandung pada 11 Maret 2013, sedangkan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK yang saat itu menangkap hakim Setyabudi Tejocahyono dan Asep Triana terjadi pada 22 Maret 2013.
Riyono SH, jaksa penuntut umum dari KPK, menilai, putusan majelis hakim sesuai dengan fakta yuridis yang disampaikan dalam tuntutan. Mengenai vonis delapan tahun penjara ini, Riyono enggan menanggapinya.
"Kami masih pikir-pikir, nanti dalam waktu seminggu kita akan menyampaikan sikap kita terhadap putusan majelis hakim ini," kata Riyono. (san)