TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA - Praktik pengiriman sapi jantan dan sapi bakalan yang mengakibatkan kelangkaan di Jatim inilah yang kini dipertanyakan.
Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPDS) Jawa Timur, Muthowif menyebut ada pelanggaran tata niaga sapi dalam pengiriman itu.
Di sisi lain, prosedur kontrol terhadap tata niaga sapi ini lemah. Banyak kriteria sapi yang sebenarnya tidak boleh dibawa keluar Jatim, dengan mudah lolos bahkan diangkut secara besar-besaran.
Bicara pelanggaran tata niaga, Muthowif lalu membuka surat Dinas Peternakan Jatim nomor 524.3/7306/115.02/2012. Isinya tentang Pembatasan Sementara Pengeluaran Sapi dari Jawa Timur.
“Berdasarkan surat ini, sapi yang berbobot di bawah 400 kilogram dilarang keluar Jatim. Di lapangan, anggota kami menemukan hal sebaliknya,” kata Muthowif seperti dikutip Tempo, Senin 11 Maret 2013.
Kebijakan itu mengatur sapi yang boleh dijual keluar Jatim adalah sapi dengan berat hidup minimal 400 kguntuk sapi IB (insemensasi buatan) dan minimal 250 kilogram sapi lokal.
Namun kenyataannya, di pasar Maron, Kabupaten Probolinggo, menunjukkan ratusan ekor sapi bakalan yang beratnya belum 400 kg diangkut ke luar Jawa Timur.
Selain membuat aturan tata niaga, Dinas Peternakan Jatim juga membuat prosedur kontrol.
Di antaranya, mengharuskan adanya surat rekomendasi dari Dinas Peternakan Kota/Kabupaten saat sapi-sapi itu hendak diangkut keluar dari pasar.
Hanya sapi-sapi yang memenuhi kriteria yang direkomendasi. Sapi anakan jelas tidak diperbolehkan.
Lalu di sejumlah jalur keluar masuk Jatim ada pos pantau. Pos-pos inilah yang bertugas mengawasi sekaligus menahan pengiriman bila sapi-sapi yang dibawa keluar itu tidak memenuhi ketentuan.
Sayang prosedur ini tidak jalan. Muthowif bersama anggota PPDS pernah membuktikan sendiri. Ada 12 unit truk luar kota siap membawa sapi dari jatim.
“Ternyata semuanya tidak mengantongi surat rekomendasi dari Dinas Peternakan Jatim. Padahal sebagian besar sapi itu di bawah 400 kg,” katanya.