Syahrul berharap komentarnya tidak dikaitkan dalam kapasitasnya sebagai ketua partai tapi sebagai gubernur yang mengayomi seluruh kelompok kepentingan di Sulsel.
Puluhan personel polisi siaga di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel, Jl AP Pettarani, Makassar, kemarin.
Lain halnya dengan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel di Jl Bontolangkasa. Kantor yang digawangi HL Arumahi itu masih tetap sepi. Tak ada seorang polisi pun yang kelihatan di kantor itu hingga tadi malam.
Humas Bawaslu Sulsel, Abdullah Gassing, protes atas ketiadaan polisi menjaga kantornya.
Menurutnya, Ketua Bawaslu Sulsel sudah bersurat ke polisi untuk pengamanan di kantornya namun belum ada tanggapan.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel kombespol Endi Sutendi mengatakan, personel sudah di siapkan. Hanya saja, mereka baru diturunkan hari ini untuk menjaga tempat-tempat vital.
"Untuk KPU 100 personel, Bawaslu dan Panwaslu masing-masing 30 personel," kata Endi.
Endi mengatakan, mengenai belum adanya personel pengamanan di Bawaslu dan Panwaslu, lantaran tempat tersebut dinilai masih kondusif.
"Sebelumnya ada pengamanan di sana, namun setelah situasi kondusif, personel ditarik.
Tapi besok Kamis (21/8/2014) akan ada pengamanan kembali," kata Endi.
Sebelumnya Kapolda Sulselbar Irjen Pol Burhanuddin Andi memerintahkan "anak buahnya" untuk menembak di tempat pelaku kerusuhan pilpres.
Sudah Terbiasa
Elite parpol pengusung calon presiden-wakil presiden di Sulsel meminta seluruh lapisan masyarakat untuk menerima keputusan MK.
Wakil Ketua Golkar Sulsel, M Roem, mengatakan, keputusan MK merupakan keputusan terbaik untuk bangsa sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi. Ia berharap masyarakat tidak terprovokasi lalu terbelah yang berdampak kerusuhan.
Ketua DPRD Sulsel itu percaya masyarakat Sulsel sudah terbiasa menghadapi situasi seperti itu. "Khusus kita di Sulsel lebih dewasa dan tidak terpengaruh dengan hal semacam itu. Keputusan MK adalah yang terbaik," jelas Roem
Ketua PPP Sulsel, Amir Uskara, menilai keputusan MK bersifat mengikat dan berdasarkan undang-undang.
"Semua pihak harus bisa menerima apapun keputusan MK. Mereka memiliki aturan dalam memutuskan sesuatu jadi tidak mungkin berpihak," kata Amir.
Ia menjelaskan, pemilihan hanya merupakan proses demokrasi namun dengan tujuan yang sama yaitu menentukan pemimpin bangsa dari putra terbaik Bangsa Indonesia.