Laporan Wartawan Pos Kupang, Robert Ropo
TRIBUNNEWS.COM, BORONG - Puluhan perempuan asal Dusun Tureng Bawar, Desa Legur Lai, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), menghadang rombongan pemerintah kecamatan setempat mengunjungi desa itu, Senin (25/8/2014).
Mereka membuat pagar betis dan hanya mengenakan bra dan celana pendek saat rombongan petugas kecamatan mendatangi desa mereka. Aksi puluhan perempuan tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap aktivitas pertambangan yang dikerjakan PT Manggarai Manganese (PT MM) di Desa Legur Lai, baik untuk eksplorasi maupun eksploitasi.
Sekretaris Kecamatan Elar, Stephanus Lamar, ketika dihubungi Pos Kupang (Tribunnews.com Network), Selasa (26/8/2014) mengatakan, saat rombongan pemerintah kecamatan, tiba di lokasi pemblokiran jalan, Senin (25/8/2014), jalan sudah dipagari bambu.
ROmbingan tersebut terdiri dari Sekcam Elar, Stephanus Lamar, dan dua Kepala Seksi Kecamatan Elar, John Brahi, dan Nikolaus Madu, dua orang anggota Polisi Pamong Praja (Pol PP), Kepala Pos Polisi Elar, Yasef Tamur, bersama anggota, Babinsa Elar, Gunawan, dan sekitar 40 anggota polisi dari Polres Manggarai.
Sementara perempuan-perempuan dari dusun tersebut membuat pagar betis. Sementara laki-laki bersembunyi di rumah masing-masing. Aksi para perempuan itu membuat anggota rombongan malu dan terharu.
"Awalnya kondisi tegang. Masyarakat setempat melakukan aksi buruk. Perempuan-perempuan hanya mengenakan BH dan celana pendek saja. Kami merasa kasihan dan malu. Kami tidak mendekati perempuan itu. Kami mencoba memberikan pencerahan kepada mereka dan mereka (perempuan yang melakukan aksi pagar betis) akhirnya bubar," jelas Lamar.
Ia mengatakan, maksud kedatangan rombongan ke desa itu untuk memberikan pencerahan dan arahan serta membuka
pemblokiran jalan tersebut. Rombongan tidak berpihak kepada siapa-siapa, baik terhadap PT MM maupun kepada masyarakat.
Berikan Arahan
Setelah aksi protes itu bubar, rombongan diterima secara baik oleh tua golo dan masyarakat setempat. Rombongan kemudian masuk ke dalam rumah tua golo dan diterima secara adat Manggarai.
"Saat di rumah tua golo kami memberikan arahan dan pencerahan kepada mereka. Masyarakat juga mendengarkan arahan dan pencerahan. Mereka kemudian minta maaf kepada kami karena mereka tidak tahu aturan. Saat pulang, mereka lakukan secara adat dan memberi kami minum," kata Lamar.
Menurut dia, sikap masyarakat sudah membaik dibandingkan hari-hari sebelumnya ketika pemerintah tiba di tempat tersebut untuk memberikan arahan. Pemerintah tidak diberikan minum, bahkan kursi untuk duduk.
Lamar mengatakan, sebelumnya pemerintah sudah memberikan arahan tetapi masyarakat tetap menolak. Pada tanggal 24 Juli 2014, Pemerintah Kecamatan Elar sudah memfasilitasi dengan mengundang pemerintah daerah dan pihak kepolisian.
Masyarakat juga sudah membuka pemblokiran jalan tersebut. Namun masyarakat kembali memblokir jalan, Senin (25/8/2014), kemudian masyarakat kembali membukanya setelah diberikan pencerahan.
"Kita berharap agar ke depan tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan dari masyarakat, karena ada masyarakat yang pro dan ada yang kontra terhadap tambang," kata Lamar.
Sebelumnya diberitakan, warga Desa Golo Lebo dan Desa Legur Lai, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur menolak kegiatan tambang mangan di dua desa itu yang dikerjakan PT Manggarai Manganese.
Pasalnya, aktivitas tambang mangan tersebut merusak persawahan di dataran pantai utara (Pantura) di daerah Hili, yakni di Desa Golo Lijun, persawahan Buntal, persawahan Desa Nampar Sepang, Desa Nanga Mbaur, Desa Nanga Mbaling dan Kelurahan Pota, Kecamatan Sambi Rampas.
Permintaan warga itu disampaikan anggota DPRD Matim dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jemain Utsman, Selasa (19/8/2014), dan beberapa warga desa, yakni Damianus Ajang asal Kampung Kembo Buntal, Desa Golo Lijun; Selimun Sawar, warga Desa Nampar Sepang, dan Fras Lemba, warga Desa Nanga Mbaur, ketika dihubungi Pos Kupang, Kamis (21/8/2014).