TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA – Sri Hariati Krisnani (37) bersama anaknya, Nauval (17), harus numpang tinggal di rumah keluarganya di Pacar Kembang, Surabaya.
Sebab, mantan istri dan anak dosen ITS ini tempat tinggalnya telah disita paksa oleh rektorat ITS.
Rumah yang disita paksa itu adalah rumah tempat tinggal mereka di perumahan ITS di Jalan Raya Tekhnik Komputer U-17, Keputih, Sukolilo, Surabaya.
Semua barang dan isi rumah diambil dan dibawa ke gudang ITS, kemudian rumah digembok oleh satpam ITS yang melakukan pengosongan.
“Semua itu dilakukan saat saya sedang kerja dan anak saya sedang sekolah. Begitu pulang ke rumah, kami sudah tidak bisa masuk lagi. Karena itulah, kami keleleran dan harus menumpang tinggal di rumah saudara,” kata Sri Hariati, Selasa (2/9/2014).
Diceritakan, peristiwa penyitaan rumah tanpa sepengatahuan dirinya itu terjadi pada 19 Agustus lalu.
“Gemboknya dirusak kemudian diganti gembok baru. Barang-barang di dalam, semuanya sudah tidak ada,” kisahnya.
Karena semua barangnya hilang, saat itu dia langsung melapor ke Polsek Sukolilo, tetapi laporan ditolak tanpa alasan yang jelas. Kemudian, janda dari Imam Baihaki ini melapor ke Polrestabes Surabaya.
Setelah beberapa hari, ada SMS yang masuk ke handphone Nauval. Isinya, memberitahukan bahwa barang-barangnya ada di gudang ITS. Kalau mau ambil, diminta ke sana.
“Dari situlah saya tahu bahwa yang mengosongkan rumah saya adalah pihak ITS. Dan setelah saya datang lagi ke sana, belakangan ini tempat tinggal saya itu ditempati oleh satpam ITS,” lanjut Sri didampingi pengacaranya, Poerwanto.
Sekarang, kasus tersebut masih ditangani Polrestabes Surabaya. Dan Selasa kemarin, Poerwanto juga mengirim surat ke Polrestabes untuk meminta kepada penyidik supaya kasus itu dikembangkan ke arah penyerobotan dan perusakan.
”Kami sangat meyayangkan aksi ini. Institusi sebesar ITS seharusnya paham bahwa hak mengosongkan rumah, penyitaan dan sebagainya merupakan wewenang aparat. Apalagi, dalam hal ini rumah tersebut merupakan hak klien kami, ” timpal Perwanto.
Sri tinggal di rumah itu sejak tahun 1998 ketika masih bersama suaminya. Kemudian, pada 2006 dia bercerai. Dan sejak saat itu, dia tinggal di sana bersama anak serta seorang pembantunya.
Tanah seluas 150 meter persegi itu memang berstatus hak pakai, namun bangunan yang berada di atasnya merupakan hak milik Sri. Alasannya, rumah itu dibeli dari Sobi’i. Uang muka dibayar oleh orangtua Sri, kemudian angsuran selama tujuh tahun juga Sri sendiri yang melunasinya.
Setelah lunas, dia mulai dipingpong. Pihak BTN menyampaikan bahwa surat ada di ITS, tetapi pihak ITS menyatakan bahwa kalau mau surat tanah itu ada di BTN. Dan setelah dia berpisah dengan sang suami, pihak ITS mulai terus meminta supaya dia meninggalkan rumah yang telah dibelinya itu.
“Saya disuruh pergi dengan alasan bahwa saya sudah berpisah dengan suami saya. Padahal, di perumahan itu banyak janda-janda yang bercerai dengan suaminya yang merupakan pegawai ITS. Tetapi tidak dipersoalkan. Hanya saya yang terus direcoki,” keluh Sri.