News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Melawan Korupsi di Banten: Praktik Sudah Masuk di Fase Perencanaan APBD

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Acara bedah buku Melawan Korupsi di Banten oleh Ananta Wahana yang digagas penerbit Suhud Sentrautama di Gedung Serba Guna DPRD Provinsi Banten, Serang, Rabu (24/9/2014). Hadir sebagai pembicara Kyai Maman Imanulhaq, anggota DPR Komisi VIII, Najmudin Busro tokoh masyarakat Banten, KH Matin Syarkowi, ulama yang juga Ketua NU Serang dan Majelis Pesantren Salafi, KH Khozinul Asror, tokoh ulama Banten, serta Yenny Sucipto, Sekjen FITRA.

TRIBUNNEWS.COM, SERANG - Sekretaris Jenderal (Sekjen) FITRA, Yenny Sucipto mengatakan pihaknya sudah mengendus adanya praktik korupsi dari pola pemerintahan oligarkis di Banten sejak 2009.

Yenny menyebut, belakangan sebelum akhirnya Ratu Atut Chosiyah terjerat kasus oleh KPK, pola korupsi di Banten kian mengkhawatirkan. Praktik korupsi di wilaya tersebut, katanya, sudah masuk di fase penganggaran APBD.

"Jadi sudah direncanakan lebih dulu. Ini titik terkrusial yang seharusnya menjadi fokus kontrol, bukan hanya saat pengimplementasian program. Jika hanya teriak-teriak saat program dijalankan, bukan percuma namun hanya bisa meminimalisir potensi korupsi sebesar 20 persen sampai 30 persen," kata Yenny dalam acara bedah buku 'Melawan Korupsi di Banten' oleh Ananta Wahana yang digagas penerbit Suhud Sentrautama di Gedung Serba Guna DPRD Provinsi Banten, Serang, Rabu (24/9/2014).

Praktik korupsi pada fase perencanaan APBD, jelas Yenny, biasanya terkontaminasi oleh sejumlah hal termasuk faktor politis. Pada kasus Banten, proses politik pada perencanaan APBD atau APBD-P bermuara pada kepentingan pribadi, pebisnis, dan oligarki kekuasaan.

"Itu mengapa anggaran APBD Banten hampir menyamai Jakarta sekitar Rp 27 T tapi masih banyak kekurangan di berbagai bidang baik kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Karena itu (anggaran) dikorupsi, harusnya jadi banyak sekolah dan puskesmas jadi malah banyak mobil-mobil mewahnya yang dimiliki," papar Yenny.

Yenny menambahkan, pola evaluasi penerapan program yang menggunakan APBD dan APBD-P pun sangat lemah. Terlebih, standar ukuran yang digunakan bukan evaluasi kinerja kedinasan melainkan standar seberapa besar penyerapan anggaran.

Hal-hal ini, yang menurut Yenny, harus menjadi perhartan anggota baru DPRD Banten. Lantaran, penyusunan APBD dan APBD-P harus lebih dulu melalui proses di lembaga tersebut. Karenanya, DPRD harus punya mekanisme kontrol internal yang bisa mengikis pola oligarki dari eksekutif.

"Ini berujung pada komitmen pimpinan. Butuh benar-benar sosok yang bisa mengembalikan kepercayaan publik atas lembaga ini. Menurut saya, buku 'Melawan Korupsi di Banten' bisa jadi awal untuk DPRD berani membuka diri atas kepentingan dan kebutuhan transparansi data informasi buat publik," papar Yenny.

Ujaran Yenny menjawab pertanyaan moderator soal kelayakan sang penulis buku, Ananta Wahana yang digadang-gadang sebagai calon kuat Ketua DPRD Banten periode mendatang dari PDI Perjuangan.

Adapun buku yang diulas pada acara tersebut secara umum berisi komentar dan usaha Ananta Wahana menentang praktik korupsi di Banten melalui sejumlah tulisan dan aksi yang termuat di berbagai media massa selama periode 2010 hingga 2013 saat ia menjabat sebagai Anggota DPRD Banten. Ananta saat ini kembali terpilih menjadi anggota DPRD Banten.

Hadir sebagai pembicara dalam bedah buku tersebut Najmudin Busro, tokoh masyarakat Banten, KH Maman Imanulhaq, anggota DPR terpilih komisi VIII periode mendatang, KH Matin Syarkowi, ulama yang juga Ketua NU Serang dan Majelis Pesantren Salafi, serta KH Khozinul Asror, tokoh ulama Banten. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini