TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Akhir Mei 2014 atau empat bulan lalu PT HM Sampoerna Tbk menutup pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Lumajang dan Jember.
Produsen rokok yang bermarkas di Surabaya ini merasa lebih aman melanjutkan masa depannya hanya dengan lima pabrik saja.
Sebanyak 4.900 karyawan dirumahkan alias di-PHK.
Pelatihan wiraswasta pun diberikan agar hidup mereka tidak lagi bergantung pada alat linting rokok.
Kebijakan serupa dilakukan PT Bentoel Internasional Investama Tbk atau Bentoel Group.
Perusahaan yang berbasis di Malang mem-PHK 970 orang karyawannya. Bentoel tak lupa memberi modal mereka berupa pesangon dan latihan keterampilan.
Jason Murphy, Presiden Direktur Bentoel Group menyebutkan, kebijakan merumahkan karyawan itu untuk efisiensi pabrik.
“Dari 11 pabrik di Karanglo (Malang) akan dirampingkan jadi tiga pabrik,” kata Jason kepada Surya, Selasa (23/9/2014).
Langkah mematikan tujuh pabrik diyakini akan lebih bisa menjamin kelangsung hidup.
Bagi Bentoel melangkah dengan tiga pabrik akan jauh lebih rileks dibanding dengan sebelas pabrik dengan segala konsekuensi biaya yang harus ditanggungnya.
Jason mengaku dalam tiga tahun terakhir, perusahaannya menanggung beban cukup berat.
Biaya produksi terus bertambah akibat berbagai regulasi yang muncul dalam waktu itu.
Sayang, Jason tidak mau membuka rincian biaya tinggi yang dimaksudnya.
Yang pasti, beban biaya produksi itu semakin tinggi ketika Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 di berlakukan akhir 2012.