Sebelum menuju hotel, Andin lebih dulu mengikuti kuliah. Kegiatan utama itu pula yang membuatnya terlambat menepati janji.
Andin menemui Surya(Tribunnews.com Network) , seperti menemui kolega-kolega yang biasa memintanya layanannya.
Ia baru curiga lantaran Surya(Tribunnews.com Network) tidak segera mengajaknya meninggalkan lobi hotel.
Padahal, biasanya para kolega tak mau banyak buang waktu untuk ngobrol di ruang terbuka. Umumnya, begitu Andin datang, mereka langsung mengajak masuk kamar.
Melihat Andin curiga, Surya(Tribunnews.com Network) lalu membuka jati diri. Meski kaget, Andin akhirnya bersedia melanjutkan transaksi dengan layanan berbeda.
Bukan layanan menikmati seks, tapi layanan cerita pengalaman menjadi penjaja seks lewat dunia online.
Tarif layanan, tetap sama, Rp 800.000. Itu sudah termasuk DP (uang muka) yang terbayar lewat transfer e-banking sehari sebelumnya.
“Kurang lebih sudah setahun ini mas. Ya bareng dengan teman-teman (mahasiswi) lain,” tuturnya.
Andin mengaku dirinya terseret dunia hitam itu karena butuh biaya melanjutkan hidup.
Selain menghidupi diri, ia harus menanggung hidup dan pendidikan adiknya yang kini duduk di kelas VII (SMP).
“Kalau saja bapak dan ibu masih hidup, mungkin saya tidak sampai begini,” tutur remaja yang mengaku yatim piatu itu.
Selama setahun menjalani kegiatan itu, Andin kenal cukup banyak mahasiswi, yang juga menjadi ayam.
“Rata-rata memang membuat kelompok. Saya juga punya kelompok,” jelasnya.
Sebagian malah membentuk kelompok dan jaringan antar-kota. Mereka mau melayani hingga booking di luar kota.
Ada pula yang pakai makelar atau germo, yang biasanya juga teman atau anggota kelompok itu sendiri. (ben)