TRIBUNNEWS.COM,BANYUWANGI - Fahran (19) tersenyum dan menunjukkan wajah sumingrah usai menjalani pemeriksaan mata di kantor PMI Banyuwangi, Selasa (4/11/2014).
Pemuda asal Sukowidi, Kabupaten Banyuwangi ini mendapatkan mata palsu yang akan menutupi mata kanannya yang buta dan berwarna keruh.
Pada pemeriksaan di PMI, petugas melakukan pengukuran mata dan penentuan warna mata, agar mata palsu bisa sama dengan mata sebelah kiri yang normal.
"Mata saya ini buta dan warnanya jadi keruh sejak 2005 lalu, kena senapan angin saat main-main sama teman. Alhamdulillah kini bisa punya mata penganti yang bentuk dan warnanya seperti mata asli," kata Fahran.
Sebelum ada kepastian mendapat mata palsu, pemuda lulusan SMK Sritanjung ini kerap merasakan minder akibat ketidaksempurnaan indera penglihatannya.
Tidak hanya minder untuk urusan mendekati cewek, Fahran juga merasa minder setiap kali melamar pekerjaan.
Tak sedikit, perusahaan menolak mempekerjakannya karena ada cacat pada mata kanannya.
"Dulu saya sempat murung karena buta. Tapi adanya mata baru ini saya merasa lebih percaya diri baik untuk pergaulan maupun untuk mencari kerja," ucapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Nurcholis (11), siswa kelas 5 SDN 2 Bulusan yang mengalami kebutaan pada mata kiri.
Selama ini, dirinya kerap merasa rendah diri karena mata kirinya berwarna keruh dan buta 100 persen. Nurcholis mengalami buta mata kiri sejak bayi.
"Malu, itu yang sering saya rasakan. Semoga mata palsu ini bisa membuat saya lebih percaya diri," ucap Nurcholis yang datang ke PMI bersama ibunya, Sahani.
Fahran dan Nurcholis adalah dua diantara 12 warga tuna netra yang mendapatkan bantuan mata palsu dari kegiatan operasi katarak gratis yang digelar PMI Banyuwangi bersama Yayasan Kesehatan Indonesia.
Selain bantuan mata palsu, kegiatan ini juga dirangkai dengan operasi katarak dan pemberian kacamata gratis.
"Kami targetkan 200 pasien katarak yang akan dioperasi. Kalau mata palsu hingga saat ini baru 12 pasien, dan ada 750 kacamata gratis," kata Nurhadi, wakil ketua I PMI Banyuwangi.
Bantuan mata palsu gratis ini memang tidak akan mengembalikan pengelihatan mereka pulih 100 persen, namun bantuan ini sedikitnya meringankan dari segi biaya.
Maklum, untuk satu mata palsu, apabila ke rumah sakit, pasien harus menebus dengan harga Rp 900.000 hingga Rp 2 juta.
"Selain itu, saya juga bingung kemana kalau mau pesan mata palsu," sambung Sahani yang bekerja sebagai buruh tani ini.
Keceriaan juga dirasakan para pasien operasi katarak. Selain punya harapan untuk kembali melihat lebih jelas, mereka yang rata-rata dari kalangan tidak mampu ini juga terbantu dari segi biaya.
Biaya operasi katarak memang tidak murah. Satu pasien butuh dana antara Rp4 juta - Rp6juta.
Seperti yang dirasa oleh Sumardi (46). "Kalau nanti perban ini dibuka dan saya sudah bisa melihat lagi, saya akan kembali terima jahitan. Setidaknya saya bisa kembali berkerja dapat penghasilan sendiri tak terlalu bergantung pada anak," ucapnya sambil tersenyum.
Sumardi mengatakan, katarak membuatnya berhenti sebagai tukang vermak jeans sejak 2010 lalu.
Sejak tak lagi bekerja karena tak lagi awas melihat kain yang akan dijahit, Sumardi bergantung sepenuhnya kepada anak tunggalnya yang hanya bekerja sebagai satpam. Padahal, anaknya itu juga harus menghidupi istri dan dua anak.
Sementara itu Wayan Suryajaya, manajer program Yayasan Kesehatan Kita mengatakan, program operasi katarak, bantuan mata palsu dan kacamata ini diharapkan bisa meringankan beban masyarakat ditengah himpitan biaya hidup yang tinggi.
"Program ini akan berkelanjutan, dan bulan depan kami akan gelar acara yang sama di Papua," kata Wayan. (Wahyu Nurdiyanto)