Laporan Wartawan Tribun Manado, Finneke Wolajan
TRIBUNNEWS.CO.ID, TONDANO - Minuman keras tradisional khas Minahasa, Cap Tikus jadi target pihak kepolisian untuk diberantas.
Namun sejumlah warga Minahasa menggantungkan hidupnya dari Cap Tikus. Untuk keperluan sehari - hari, hingga menyekolahkan anak-anak hingga sarjana.
Sebut saja Oldy Mandas (49) tahun, warga Desa Simbel Kakas. Karena Cap Tikus yang dijualnya puluhan tahun, anak sulungnya bisa mengenyam pendidikan hingga sarjana. Sedangkan si bungsu sementara duduk di bangku kuliah.
"Keluarga saya makan dan anak - anak bisa sekolah karena jualan Cap Tikus. Sudah puluhan tahun saya hidup dengan Cap Tikus. Saya tak lanjut sekolah, dari umur 12 tahun ikut orangtua buat Cap Tikus.
Usaha ini memang sudah turun temurun," ujarnya didampingi Yoppy Sumual, PNS Kecamatan Kakas Barat saat ditemui di stand Minahasa Expo, Senin (3/11/2014).
Pendapatan per bulan, menurut Oldy, lumayan mencukupi kebutuhan keluarganya. Kalkulasi rata - rata capai Rp 3 juta per bulan. Namun jika sedang ramai, Oldy bahkan pernah meraup Rp 20 juta selama sebulan.
"Paling sedikit yah begitu, tapi kalau ramai saya bisa dapat Rp 20 juta. Itu biasanya saat hari - hari raya seperti pengucapan dan hari besar lainnya," ungkap pria murah senyum ini.
Sejak dikeluarkannya program Brenti Jo Bagate, Oldy mengaku tak pernah kekurangan omset. Usahanya bahkan lancar - lancar saja. "Lancar - lancar saja. Lagi pula kami buat Cap Tikus ini, disalurkan pada para penampung yang punya izin. Tak pernah dapat razia," ujarnya.
Oldy yang ditemui di stand Kakas Barat, saat itu sedang sibuk mengatur alat penyulingan Cap Tikus. Hal itu mengundang perhatian warga yang asing dengan proses pembuatan Cap Tikus.
Camat Kakas Barat, J Tangkulung saat dimintai keterangan mengatakan di wilayah pemerintahannya, Desa Simbel memang paling banyak menghasilkan Cap Tikus.
Atas alasan itu pula, standnya menampilkan proses penyulingan Cap Tikus. "Di Desa Simbel, 20 persen warganya adalah pembuat Cap Tikus," ujarnya.
Bahkan, kata dia, pada ibadah Minggu, waktu ibadah digelar pukul 10.00 Wita, dengan alasan, warga harus penyuling dulu Cap Tikus. "Proses penyulingannya kan tak bisa ditinggal, jadi ibadah diundur," ucap Tangkulung.
Ia mengakui, pihaknya mendukung penuh produksi miras tersebut. Karena itu merupakan mata pencaharian warga. Namun di sisi lain, Tangkulung dengan tegas menyatakan sikap perang atas gangguan - gangguan Kamtibmas.
"Masyarakat ini buat banyak dan dibawa ke pabrik. Produksinya pun sudah ada izin, dan didistribusikan ke warga yang punya izin pula," jelasnya.
Sementara itu, Polres Minahasa dalam Operasi Pekat Samrat 2 di bawah pimpinan Kabag Operasi Kompol Novil Pikoli berhasil menyita 400 liter Cap Tikus dalam operasi tersebut.
"Baru tiga hari digelar, sudah 400 liter Cap Tikus yang diamankan. Yang terjaring yakni mereka yang tak punya izin. Penyitaan mencakup semua wilayah di Minahasa. Pemusnahan akan dilakukan sesegera mungkin," ujar Kompol Novi Pikoli.
Dikatakannya, operasi tersebut akan digelar hingga 21 November, yang dimulai 1 November lalu.
"Patrolinya 1x24 jam. Tak tentu dan bisa setiap saat. Dengan operasi ini diharapkan suasana Kamtibmas aman terkendali, dan potensi - potensi konflik bisa diantisipasi duluan. Seperti miras misalnya, semua tahu bahwa itu pemicu konflik, untuk itu kita berantas. Terutama yang tak punya izin," pungkas Kompol Novi. (fin)